MAKALAH
KONSEP DASAR PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK DAN PENGARUH
PERTUMBUHAN FISIK TERHADAP INTELEKTUAL, EMOSI, DAN SOSIAL ANAK
Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah PBPD yang di ampu
oleh dosen Firosalia Kristin
Disusun oleh :
Nama : Deni Prasetya
NIM : 292010007
Kelas : RS 10 A
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN (FKIP)
S1 PGSD
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA
WACANA (UKSW)
SALATIGA
Oktober 2010
i
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . i
DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ii
BAB I. PENDAHULUAN
1. Latar belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
2.
Rumusan masalah . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
3.
Tujuan penulisan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . 1
BAB II. ISI
1.
Konsep dasar perkembangan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . 2
1.1 Pengertian perkembangan. . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
1.2 Konsep-konsep perkembangan. . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
1.3 Aspek-aspek perkembangan pada anak. . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
1.4 Ciri-ciri perkembangan anak. . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
2. Pengaruh pertumbuhan fisik terhadap
intelektual, emosi, dan sosial anak
7
2.1 Pertumbuhan fisik. . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7
2.2 Pertumbuhan fisik dalam bidang intelektual anak. . . . . . . . . . .
. . . . . . 7
2.3 Pertumbuhan fisik dalam bidang
emosi anak. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 9
2.4 Pertumbuhan fisik dalam bidang sosial
anak. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11
KESIMPULAN. . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13
DAFTAR PUSTAKA. . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar
belakang
Perkembangan anak merupakan sesuatu yang
kompleks. Artinya, banyak faktor yang
turut berpengaruh dan saling terjalin dalam berlangsungnya proses perkembangan
anak. Perkembangan merupakan perpaduan dari proses-proses biologis, kognitif,
dan psikososial. Ini berarti bahwa perkembangan berlangsung secara utuh dalam
aspek yang ada dalam diri manusia. Dengan kata lain, setiap aspek perkembangan
itu tidak berkembang sendiri-sendiri.
Secara fisik, anak anak pada usia sekolah
memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan kondisi fisik sebelum dan
sesudahnya. Karakteristik perkembangan fisik ini perlu di pelajari dan di
pahami oleh para guru dan calon guru karena akan memiliki implikasi tertentu
bagi penyelenggaraan pendidikan. Dalam hal ini diasumsikan bahwa
aktivitas-aktivitas anak termasuk aktivitas belajar dan aktivitas-aktivitas
mental lainnya, akan banyak dipengaruhi oleh kondisi fisiknya. Selain itu, juga
diyakini bahwa pertumbuhan fisik anak dapat memberikan pengaruh terhadap
perkembangan kepribadian anak secara keseluruhan.
2. Rumusan masalah
1.
Apa
saja konsep dasar perkembangan peserta didik ?
2.
Pertumbuhan
fisik mempengaruhi sosio-psikologis anak. Bagaimana pengaruh pertumbuhan fisik
pada bidang intelektual, emosi, dan sosial anak ?
3. Tujuan penulisan
Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.
Memenuhi
tugas mata kuliah Perkembangan Belajar Peserta Didik yang di ampu oleh dosen Firosalia
Kristin.
2.
Memberi
informasi kepada pembaca tentang konsep dasar perkembangan peserta didik.
3.
Memberi
informasi kepada pembaca tentang pengaruh pertumbuhan fisik terhadap intelektual,
emosi, dan sosial anak.
4.
Mendapatkan
nilai dari mata kuliah Perkembangan Belajar Peserta Didik.
1
BAB II
ISI
1.
Konsep dasar perkembangan
1.1 Pengertian perkembangan
Ada beberapa pengertian perkembangan menurut
beberapa ahli antara lain :
- Werner, 1969
Perkembangan adalah suatu proses ke arah yang
lebih sempurna dan tidak begitu saja dapat di ulang kembali. Perkembangan
menunjuk pada perubahan yang bersifat tetap dan tidak dapat di putar kembali.
- Samsu Yusuf
Perkembangan adalah perubahan-perubahan yang di
alami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangan yang
berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan, baik yang
menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah).
- E.B Hurlock (istiwidayanti dan
soedjarwo, 1991)
Perkembangan merupakan serangkaian perubahan
progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman.
1.2 Konsep-konsep perkembangan
- Kematangan / masa peka
(maturation)
Kematangan menunjukkan kepada suatu
masa tertentu yang merupakan titik kulminasi dari suatu fase pertumbuhan
(witherington, 1952). Selain itu, kematangan dijadikan titik tolak kesiapan
(rediness) dari sesuatu fungsi (psikofisis) untuk menjalankan fungsinya
(Hurlock,1956).
Kematangan merupakan faktor internal
(dari dalam) yang dibawa setiap individu sejak lahir, seperti ciri khas, sifat,
potensi dan bakat. Pengalaman merupakan intervensi faktor eksternal terutama
lingkungan sosial budaya di sekitar individu. Kedua faktor ini secara simultan
mempengaruhi perkembangan seseorang. Seorang anak yang memiliki bakat musik dan
didukung oleh pengalaman dalam lingkungan keluarga yang mendukung pengembangan bakatnya
seperti menyediakan dan memberi les musik, akan berkembang menjadi seorang
pemusik yang handal. Perubahan progresif yang berlangsung terus menerus
sepanjang hayat memungkinkan manusia menyesuaikan diri dengan lingkungan di
mana manusia hidup. Sikap manusia terhadap perubahan berbeda-beda tergantung
beberapa faktor, diantaranya pengalaman pribadi, nilai-nilai budaya, perubahan
peran, serta penampilan dan perilaku seseorang.
2
- Latihan (exercises)
Dalam situasi belajar, latihan merupakan
praktek atau pengulangan suatu
perbuatan atau satu keterampilan verbal untuk
dapat di kuasai (J.P. Chaplin,2001). Selain itu, latihan juga dapat dikatakan
sebagai kegiatan jasmaniah bagi latihan otot-otot (J.P.Chaplin,2001).
- Belajar (learning)
Secara sederhana, belajar dapat
dikatakan sebagai suatu proses dari tidak tahu menjadi tahu atau dari tidak
bisa menjadi bisa. Slameto (1995) merumuskan belajar sebagai suatu proses usaha
yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku secara
keseluruhan sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan
lingkungannya. Winkel (1989) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses
kegiatan mental pada diri seseorang yang berlangsung dalam interaksi aktif
individu dengan lingkungannya, sehingga menghasil-kan perubahan yang relatif
menetap/bertahan dalam kemampuan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Jadi, belajar pada hakikatnya merupakan salah satu proses usaha yang dilakukan
individu untuk memperoleh perubahan perilaku yang relatif dalam aspek kognitif,
afektif, maupun psikomotorik, yang diperoleh melalui interaksi individu dengan
lingkungannya.
Perubahan perilaku sebagai hasil belajar
terjadi secara sadar, bersifat terus-menerus, relatif menetap, dan mempunyai
tujuan terarah pada kemajuan yang progresif. Belajar pada abad 21, seperti yang
dikemukakan Delors (Unesco, 1996), didasar-kan pada konsep belajar sepanjang
hayat (life long learning) dan belajar bagaimana belajar (learning
how to learn).
Konsep ini bertumpu pada empat pilar
pembelajaran yaitu:
1. Learning to
know (belajar mengetahui)
Dengan memadukan
pengetahuan umum yang cukup luas dengan kesempatan untuk
bekerja melalui kemampuan belajar bagaimana caranya belajar sehingga
diperoleh keuntungan dari peluang-peluang pendidikan sepanjang hayat yang
tersedia.
2. Learning to do (belajar berbuat)
Bukan hanya untuk
memperoleh suatu keterampilan kerja tetapi juga untuk mendapatkan kompetensi
berkenaan dengan bekerja dalam kelompok dan berbagai kondisi sosial yang
informal
3. Learning to be (belajar menjadi dirinya)
Dengan lebih menyadari
kekuatan dan keterbatasan dirinya, dan terus menerus mengembangkan
kepribadiannya menjadi lebih baik dan mampu bertindak mandiri, dan membuat
pertimbangan berdasarkan tanggung jawab pribadi.
3
4. Learning to live together (belajar hidup bersama)
Dengan cara mengembangkan
pengertian dan kemampuan untuk dapat hidup bersama dan bekerjasama dengan orang
lain dalam masyarakat global yang semakin pluralistik atau majemuk secara
damai.
- Peserta didik
Peserta didik dalam arti luas adalah setiap orang yang terkait
dengan proses pendidikan sepanjang hayat, sedangkan dalam arti sempit adalah
setiap siswa yang belajar di sekolah (Sinolungan, 1997). Departemen
Pendidikan Nasional (2003) menegaskan bahwa, peserta didik adalah anggota
masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui jalur, jenjang, dan
jenis pendidikan.
Menurut Semiawan (1999), konsep peserta didik sebagai suatu
totalitas sekurangnya mengandung tiga pengertian :
Pertama, peserta didik adalah mahluk hidup (organisme) yang merupakan suatu
kesatuan dari keseluruhan aspek yang terdapat dalam dirinya. Aspek fisik dan
psikis tersebut terdapat dalam diri peserta didik sebagai individu yang berarti
tidak dapat dipisahkan antara suatu bagian dengan bagian lainnya.
Kedua, keseluruhan aspek fisik dan psikis tersebut memiliki hubungan yang
saling terjalin satu sama lain, jika salah satu aspek mengalami gangguan
misalnya sakit gigi (aspek fisik), maka emosinya juga terganggu (rewel, cepat
marah, dll).
Ketiga, peserta didik usia SD/MI berbeda dari orang dewasa bukan sekedar
secara fisik, tetapi juga secara keseluruhan. Anak bukanlah miniatur orang
dewasa, tetapi anak adalah manusia yang dalam keseluruhan aspek dirinya berbeda
dengan manusia dewasa.
Sinolungan (1997)
mengemukakan bahwa manusia termasuk mahluk totalitas
" homo trieka ". Ini berarti manusia termasuk peserta didik yg
merupakan :
1. Makhluk religius, yang menerima dan
mengakui kekuasaan Tuhan atas dirinya dan alam lingkungan sekitarnya.
2. makhluk sosial, yang membutuhkan orang
lain dalam berinteraksi dan saling mempengaruhi agar berkembang sebagai
manusia.
3. Makhluk individual, yang memiliki
keunikan (ciri khas, kelebihan, kekurangan, sifat dan kepribadian, dll), yang
membedakannya dari individu lain. Jadi, dalam mempelajari dan memperlakukan
peserta didik, termasuk peserta didik usia SD/MI hendaknya dilakukan secara
utuh, tidak terpisah-pisah. Kita harus melihat mereka sebagai suatu kesatuan
yang unik, yang terkait satu dengan lainnya.
4
e. Perkembangan (developement)
Perkembangan
terdiri atas serangkaian perubahan yang bersifat progresif (maju), baik secara
kuantitatif maupun kualitatif. Perubahan kualitatif atau pertumbuhan
merupakan buah dari perubahan aspek fisik seperti penambahan tinggi, berat dan
proporsi badan. Sedangkan perubahan kuantitatif meliputi perubahan aspek
psikofisik, seperti peningkatan kemampuan berpikir, berbahasa, perubahan emosi
dan sikap. Selain perubahan ke arah penambahan atau peningkatan, ada juga yang
mengalami pengurangan seperti gejala lupa dan pikun.
1.3 Aspek-aspek perkembangan pada anak
1. Perkembangan
fisik
Berkaitan dengan perkembangan gerakan motorik,
yakni perkembangan pengendalian gerakan tubuh melalui kegiatan yang
terkoordinir antara susunan saraf, otot, dan otak.
Perkembangan
motorik meliputi motorik kasar dan halus :
Motorik kasar adalah gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau
sebagian besar atau seluruh anggota tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan anak
itu sendiri. Contohnya kemampuan duduk, menendang, berlari, naik-turun tangga
dan sebagainya.
Sedangkan motorik halus adalah gerakan yang menggunakan otot-otot halus atau sebagian anggota tubuh tertentu, yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar dan berlatih. Misalnya, kemampuan memindahkan benda dari tangan, mencoret-coret, menyusun balok, menggunting, menulis dan sebagainya.
Sedangkan motorik halus adalah gerakan yang menggunakan otot-otot halus atau sebagian anggota tubuh tertentu, yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar dan berlatih. Misalnya, kemampuan memindahkan benda dari tangan, mencoret-coret, menyusun balok, menggunting, menulis dan sebagainya.
2. Perkembangan emosi
Perkembangan emosi harus dipupuk sejak dini. Misalnya, orang tua harus bisa
memberikan kehangatan, sehingga anak akan merasa nyaman. Anak juga akan belajar
dari model di lingkungannya. Apa yang ia rasakan akan ia berikan kembali ke
lingkungannya. Jika orang tuanya bersikap hangat, ia pun akan bersikap yang
sama terhadap lingkungannya. Jika orang tua tak pernah memberikan kehangatan
pada anak, anak akan merasa ditolak. Akibatnya, ia bisa depresi yang tentu akan
mempengaruhi kemampuannya berinteraksi dengan lingkungan. Akibat lain, anak
bisa takut mencoba, malu bertemu dengan orang, dan sebagainya.
3. Perkembangan
kognitif
Perkembangan kognitif atau proses berpikir anak adalah proses menerima, mengolah sampai memahami info yang diterima. Aspeknya antara lain intelegensi, kemampuan memecahkan masalah, serta kemampuan berpikir logis. Intinya adalah kemampuan anak mengembangkan kemampuan berpikir.
Perkembangan kognitif atau proses berpikir anak adalah proses menerima, mengolah sampai memahami info yang diterima. Aspeknya antara lain intelegensi, kemampuan memecahkan masalah, serta kemampuan berpikir logis. Intinya adalah kemampuan anak mengembangkan kemampuan berpikir.
5
Kemampuan ini berkaitan dengan
bahasa dan bisa dilatih sejak anak mulai memahami kata. Pada tahap dimana anak
mulai memberikan respon dan memahami kata, bisa dimasukkan informasi-informasi
sederhana. Misalnya, aturan-aturan yang ada di lingkungan. Bisa juga
mengenalkan konsep-konsep dasar, seperti warna, angka, dan sebagainya.
Hambatan dalam bidang kognitif bisa
dilihat dari seberapa cepat atau lambat anak menangkap informasi yang
diberikan, atau seberapa sulit anak mengungkapkan pikiran. Keterlambatan
seperti ini berkaitan dengan kapasitas intelektual yang akan menjadi terbatas
pula.
4. Perkembangan
psikososial
Berkaitan dengan interaksi anak dengan lingkungannya. Misalnya, di usia setahun, anak sudah bisa bermain dengan teman-teman seusianya. Jika anak sudah punya kemampuan itu, orang tua bisa memberikan dukungan. Anak juga sebaiknya juga dikenalkan dengan lingkungan baru. Ajarkan ia cara beradaptasi.
Berkaitan dengan interaksi anak dengan lingkungannya. Misalnya, di usia setahun, anak sudah bisa bermain dengan teman-teman seusianya. Jika anak sudah punya kemampuan itu, orang tua bisa memberikan dukungan. Anak juga sebaiknya juga dikenalkan dengan lingkungan baru. Ajarkan ia cara beradaptasi.
Hambatan perkembangan psikososial
akan membuat anak mengalami kecemasan, sulit berinteraksi dengan orang yang
baru dikenal, bisa juga jadi pemalu. Atau sebaliknya, jika orang tua
overprotektif, anak menjadi sulit berpisah dengan orang tua, sulit mengerjakan
segala sesuatuya sendiri karena tidak pernah diberi kesempatan untuk itu.
1.4 Ciri-ciri perkembangan anak
Ciri-ciri perkembangan secara umum antara lain :
- Terjadi perubahan dari aspek fisik (
perubahan tinggi dan berat badan serta orgaan-organ tubuh lainnya) dan
aspek psikis ( adanya taanda-tanda semakin bertambahnya perbendaharaan
kata-kata dan kematangan kemampuan berpikir, mengingat serta imajinasi
kreatifnya dari yang fantasi kerealitas, lenyapnya masa mengoceh
berkembanganya rasa ingin tahu terutama yang berhubungan dengan seks, ilmu
pengetahuan, nilai-nilai moral, dan keyakinan beragama).
- Terjadinya perubahan dalam
proporsi.
- Lenyapnya tanda-tanda lama dan
diperolehnya tanda-tanda baru.
6
2. Pengaruh pertumbuhan fisik
terhadap intelektual, emosi, dan sosial anak
2.1 Pertumbuhan fisik
Setiap anak mengalami pertumbuhan fisik
yang berbeda satu sama lain, ada yang berlangsung lambat dan ada pula yang
berlangsung cepat. Pertumbuhanan fisik pada anak-anak mengikuti pola yang
terarah, yaitu :
·
Otot
besar berkembang sebelum otot kecil tangan.
·
Pusat
tubuh berkembang sebelum daerah luar.
·
Pembangunan
berjalan dari atas ke bawah, dari kepala ke jari kaki.
Secara langsung, pertumbuhan fisik akan
menentukan keterampilan anak dalam bergerak. Sedangkan secara tidak langsung,
akan berpengaruh terhadap keadaan dirinya sendiri dan orang lain akan
berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak.
Ada
4 periode dalam pertumbuhan fisik seseorang, antara lain :
1. Periode pra lahir s.d 6 bulan adalah
periode cepat.
2. Akhir tahun pertama pasca lahir adalah periode melambat s.d stabil yaitu antara usia 8 – 12 tahun.
3. Usia 12 – 18 tahun adalah periode cepat kembali s.d usia dewasa (ledakan pubertas)
4. Tahap tenang adalah periode dewasa s.d lansia walau berat badan kadang berubah-ubah.
2. Akhir tahun pertama pasca lahir adalah periode melambat s.d stabil yaitu antara usia 8 – 12 tahun.
3. Usia 12 – 18 tahun adalah periode cepat kembali s.d usia dewasa (ledakan pubertas)
4. Tahap tenang adalah periode dewasa s.d lansia walau berat badan kadang berubah-ubah.
2.2 Pertumbuhan fisik dalam bidang
intelektual anak
Seiring
dengan bertambahnya usia anak, maka pertumbuhan fisik anakpun juga mengalami
perkembangan. Hal ini mengakibatkan perkembangan intelektual anak juga ikut
berkembang.
Menurut
Piaget, perkembangan intelektual dapat dibagi menjadi beberapa stadium sesuai
usia dan keadaan fisik anak, artinya fungsi intelektual pada umur yang
berlainan dapat jelas dibedakan satu sama lain. Stadium-stadium tersebut antara
lain :
- Stadium sensori – motorik (0 –
18 atau 24 bulan)
Anak yang masih kecil (bayi), menunjukkan tindakan-tindakan yang
intelegen. Dalam tindakan-tindakan nampak intelegensinya. Gerakan-gerakan
refleks yang pertama membawa ke arah penguasaan pengetahuan mengenai dunia
luar.
Anak sejak lahir, mempunyai sejumlah skema tingkah laku seperti
menghisap, meraih (memegang), menggoyang-goyangkan badan, dan memukul sesuatu.
Piaget berpendapat bahwa dalam perkembangan intelektual selama stadium
sensori motorik ini, intelegensi anak baru nampak dalam bentuk aktivitas
motorik sebagai reaksi stimulasi sensorik. Dalam stadium ini, yang penting
adalah tindakan konkrit dan bukan tindakan imajiner atau dibayangkan saja.
7
- Stadium pra-operasional (± 18
bulan – 7 tahun)
Stadium pra-operasional dimulai dengan penguasaan bahasa yang
sistematis, permainan simbolis, imitasi (tidak langsung), serta bayangan dalam
mental. Semua proses ini menunjukkan bahwa anak sudah mampu untuk melakukan
tingkah laku simbolis. Anak sekarang tidak lagi mereaksi begitu saja terhadap
stimulus-stimulus melainkan nampak ada suatu aktivitas internal.
Anak mampu untuk berbuat pura-pura, artinya dapat menirukan tingkah laku
yang dilihatnya (imitasi) dan apa yang dilihatnya sehari sebelumnya ( imitasi
tertunda).
Berpikir
pra-operasional masih sangat egosentris. Anak belum mampu secara perseptual,
emosional-motivational, dan konseptual untuk mengambil perspektif orang lain.
Berpikir pra-operasional sangat memusat (centralized). Bila anak
dikonfrontasikan dengan situasi yang multi-dimensional, maka anak akan
memusatkan perhatiannya hanya pada satu dimensi saja dan mengabaikan
dimensi-dimensi yang lain dan akhirnya juga mengabaikan hubungan antar
dimensi-dimensi ini.
Berpikir pra-operasional adalah tidak dapat di balik (ir-reversable).
Anak belum mampu untuk meniadakan suatu tindakan dengan memikirkan tindakan
tersebut dengan arah yang sebaliknya.
- Stadium operasional konkrit ( 7
– 11 tahun )
Stadium operasional konkrit dapat digambarkan sebagai menjadinya positif
ciri-ciri yang negatif pada stadium perpikir pra-operasional. Cara berpikir
anak yang operasional konkrit kurang egosentris. Ditandai oleh desentrasi yang
besar, artinya anak sekarang misalnya sudah mampu untuk memperhatikan lebih
dari satu dimensi sekaligus dan juga untuk menghubungkan dimensi-dimensi ini
satu sama lain.
Namun ada juga kekurangannya dalam cara berpikir yang operasional
konkrit. Anak mampu untuk melakukan aktivitas logis tertentu (operasi), tetapi
hanya dalam situasi yang konkrit. Dengan kata lain, bila anak dihadapkan dengan
suatu masalah (misalnya masalah klasifikasi) secara verbal, yaitu tanpa adanya
bahan yang konkrit, maka ia belum mampu untuk menyelesaikan masalah ini dengan
baik.
- Stadium operasional formal
(mulai 11 tahun)
Berpikir operasional formal mempunyai dua sifat yang penting, yaitu :
1.
Sifat deduktif-hipotesis
Anak
akan memikirkan masalah yang dihadapi secara teoritis. Anak menganalisis
masalahnya dengan penyelesaian berbagai hipotesis yang mungkin ada. Atas dasar
analisisnya ini, anak lalu membuat suatu strategi penyelesaiannya. Analisis
teoritis ini dapat dilakukan secara verbal.
8
2.
Berpikir operasional formal juga berpikir kombinatoris
Anak
yang berpikir operasional konkrit mencoba untuk mencari kemungkinan-kemungkinan
kombinasi dari permesalahan secara tidak sistematis, secara trial dan error
sampai secara kebetulan ia menemukan kombinasi tersebut. Tetapi sesudahnya ia
tidak mampu untuk memproduksinya lagi.
2.3 Pertumbuhan fisik dalam bidang
emosi anak
Drever
(1986) mengartikan emosi sebagai suatu keadaan yang kompleks dari organisme yang
menyangkut perubahan jasmani yang luas sifatnya (dalam pernafasan, denyut,
sekresi kelenjar, dan sebagainya) dan pada sisi kejiwaan, suatu keadaan
terangsang yang ditandai oleh perasaan yang kuat dan biasanya merupakan suatu
dorongan ke arah suatu bentuk tingkah laku tertentu.
Sejumlah
studi tentang emosi anak telah menyingkapkan bahwa perkembangan emosi mereka
bergantung sekaligus pada faktor pematangan (maturation) dan faktor
belajar, dan tidak semata-mata bergantung pada salah satunya. Reaksi emosional
yang tidak muncul pada awal masa kehidupan tidak berarti tidak ada. Reaksi
emosional itu mungkin akan muncul di kemudian hari, dengan adanya pematangan
dan system endokrin.
Hurlock (1999) menjabarkan peran
kedua faktor tersebut sebagai berikut :
- Peran pematangan
Perkembangan
kelenjar endokrin penting untuk mematangkan perilaku emosional. Bayi secara
relatif kekurangan produksi endokrin yang diperlukan untuk menopang reaksi
fisiologis terhadap stress. Kelenjar adrenalin yang memainkan peran utama pada
emosi mengecil secara tajam segera setelah bayi lahir. Tidak lama kemudian
kelenjar itu mulai membesar lagi, dan membesar dengan pesat sampai anak berusia
5 tahun. Pembesarannya melambat pada usia 5 sampai 11 tahun, dan membesar lebih
pesat lagi sampai anak berusia 16 tahun. Pada usia 16 tahun kelenjar tersebut
mencapai kembali ukuran semula seperti pada saat anak lahir. Hanya sedikit
adrenalin yang diproduksi dan dikeluarkan sampai saat kelenjar itu membesar. Pengaruhnya
penting terhadap keadaan emosional pada masa kanak-kanak.
- Peran belajar
Lima
jenis kegiatan belajar turut menunjang pola perkembangan emosi pada masa
kanak-kanak. Terlepas dari metode yang digunakan, dari segi perkembangan anak
harus siap untuk belajar sebelum tiba saatnya masa belajar. Sebagai contoh,
bayi yang baru lahir tidak mampu mengekspresikan kemarahan kecuali dengan
menangis. Dengan adanya pematangan sistem saraf dan otot, anak-anak
mengembangkan potensi untuk berbagai macam reaksi. Pengalaman belajar mereka
akan menentukan reaksi potensial mana yang akan mereka gunakan untuk menyatakan
kemarahan.
9
Terlepas dari adanya perbedaan individu, ciri khas emosi anak membuatnya
berbeda dari emosi orang dewasa. Ciri khas tersebut
antara lain :
- Emosi
yang kuat
Anak kecil bereaksi dengan intesitas yang sama, baik terhadap situasi
yang remeh maupun yang serius. Anak pra remaja bahkan bereaksi dengan emosi
yang kuat terhadap hal-hal yang tampaknya bagi orang dewasa merupakan soal
sepele.
2. Emosi
seringkali tampak
Anak-anak seringkali memperlihatkan emosi
yang meningkat dan mereka menjumpai bahwa ledakan emosional seringkali
mengakibatkan hukman, sehingga mereka belajar untuk menyesuaikan diri dengan
situasi yang membangkitkan emosi. Kemudian mereka akan berusaha mengekang
ledakan emosi mereka atau bereaksi dengan cara yang lebih dapat diterima.
3. Emosi
bersifat sementara
Peralihan yang cepat pada anak-anak kecil
dari tertawa kemudian menangis, atau dari marah ke tersenyum, atau dari cemburu
ke rasa sayang merupakan akibat dari 3 faktor, yaitu :
a.
Membersihkan sistem emosi yang terpendam dengan ekspresi terus terang.
b.
Kekurangsempurnaan pemahaman terhadap situasi karena ketidakmatangan
intelektual dan pengalaman yang terbatas.
c. Rentang
perhatian yang pendek sehingga perhatian itu mudah dialihkan. Dengan
meningkatnya usia anak, maka emosi mereka menjadi lebih menetap.
4. Reaksi
mencerminkan individualitas
Semua bayi yang baru lahir mempunyai pola
reaksi yang sama. Secara bertahap dengan adanya pengaruh faktor belajar dan lingkungan,
perilaku yang menyertai berbagai macam emosi semakin diindividualisasikan.
Seorang anak akan berlari keluar dari ruangan jika mereka ketakutan, sedangkan
anak lainnya mungkin akan menangis dan anak lainnya lagi mungkin akan
bersembunyi di belakang kursi atau di balik punggung seseorang.
5. Emosi
berubah kekuatannya
Dengan meningkatnya usia anak, pada usia
tertentu emosi yang sangat kuat berkurang kekuatannya, sedangkan emosi lainnya
yang tadinya lemah berubah menjadi kuat. Variasi ini sebagian disebabkan oleh
perubahan dorongan, sebagian oleh perkembangan intelektual, dan sebagian lagi
oleh perubahan minat dan nilai.
10
6. Emosi
dapat diketahui melalui gejala perilaku
Anak-anak mungkin tidak memperlihatkan
reaksi emosional mereka secara langsung, tetapi mereka memperlihatkannya secara
tidak langsung melalui kegelisahan, melamun, menangis, kesukaran berbicara, dan
tingkah yang gugup, seperti menggigit kuku dan mengisap jempol.
2.4 Pertumbuhan
fisik dalam bidang sosial anak
Syamsu Yusuf (2007) menyatakan bahwa Perkembangan sosial merupakan
pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula
diartikan sebagao proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma
kelompok, moral dan tradisi ; meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling
berkomunikasi dan kerja sama.
Hubungan sosial (sosialisasi) merupakan hubungan antar manusia yang
saling membutuhkan. Hubungan sosial mulai dari tingkat sederhana dan terbatas,
yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur,
kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan demikian tingkat hubungan sosial
juga berkembang amat kompleks.
Dalam perkembangan menuju kematangan sosial, anak mewujudkan dalam
bentuk-bentuk interkasi sosial diantarannya :
1.
Pembangkangan
(Negativisme)
Bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku
ini terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua
atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak. Tingkah laku ini mulai
muncul pada usia 18 bulan dan mencapai puncaknya pada usia tiga tahun dan mulai
menurun pada usia empat hingga enam tahun.
Sikap orang tua terhadap anak seyogyanya
tidak memandang pertanda mereka anak yang nakal, keras kepala, tolol atau
sebutan negatif lainnya, sebaiknya orang tua mau memahami sebagai proses
perkembangan anak dari sikap dependent menuju kearah independent.
2. Agresi (Agression)
Yaitu perilaku menyerang balik secara
fisik (nonverbal) maupun kata-kata (verbal). Agresi merupakan salah bentuk
reaksi terhadap rasa frustasi ( rasa kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan
atau keinginannya). Biasanya bentuk ini diwujudkan dengan menyerang seperti ;
mencubut, menggigit, menendang dan lain sebagainya.
11
Sebaiknya orang tua berusaha mereduksi,
mengurangi agresifitas anak dengan cara mengalihkan perhatian atau keinginan
anak. Jika orang tua menghukum anak yang agresif maka egretifitas anak akan
semakin memingkat.
3.
Berselisih (Bertengkar)
Sikap ini terjadi jika anak merasa
tersinggung atau terganggu oleh sikap atau perilaku anak lain.
4.
Menggoda (Teasing)
Menggoda merupakan bentuk lain dari sikap
agresif, menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk
verbal (kata-kata ejekan atau cemoohan) yang menimbulkan marah pada orang yang
digodanya.
5.
Persaingan (Rivaly)
Yaitu keinginan untuk melebihi orang lain
dan selalu didorong oleh orang lain. Sikap ini mulai terlihat pada usia empat
tahun, yaitu persaingan prestice dan pada usia enam tahun semangat bersaing ini
akan semakin baik.
6.
Kerja sama
(Cooperation)
Yaitu sikap mau bekerja sama dengan orang
lain. Sikap ini mulai nampak pada usia tiga tahun atau awal empat tahun, pada
usia enam hingga tujuh tahun sikap ini semakin berkembang dengan baik.
7.
Tingkah laku berkuasa
(Ascendant behavior)
Yaitu tingkah laku untuk menguasai situasi
sosial, mendominasi atau bersikap bossiness. Wujud dari sikap ini adalah ;
memaksa, meminta, menyuruh, mengancam dan sebagainya.
8.
Mementingkan diri
sendiri (selffishness)
Yaitu sikap egosentris dalam memenuhi
interest atau keinginannya
9.
Simpati (Sympaty)
Yaitu sikap emosional yang mendorong
individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain mau mendekati atau
bekerjasama dengan dirinya.
12
KESIMPULAN
Kesimpulan :
1.
Perkembangan
dapat diartikan sebagai “perubahan yang progesif dan kontinyu dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati ”.
Pengertian lain dari perkembangan adalah “perubahan yang dialami individu atau
organisme yang menuju tingkat kedewasannya ataau kematangannya yang berlangsung
secara sistematis, progesif, dan berkesinambungan baik yang menyangkut fisik
maupun psikis.
2.
Konsep-konsep
perkembangan meliputi :
a.
Kematangan/masa peka (maturation)
b.
Latihan (exercises)
c.
Belajar (learning)
d Peserta didik
e.
Perkembangan (developement)
3. Perkembangan
intelektual, emosi, dan sosial anak berkembang seiring dengan bertambahnya usia
dan perkembangan fisik anak. Perkembangan fisik tersebut dapat mempengarihi
pola pikir, kekuatan emosi, dan tingkah laku dalam kehidupan sosial anak.
4. Kecerdasan
intelektual anak berbeda antara satu sama lain sesuai pertumbuhan fisik yang
terjadi pada anak tersebut.
5. Emosi
anak juga memiliki tingkatan sendiri sesuai pertumbuhan fisik anak. Anak dengan
fisik yang belum berkembang (masih kecil) cenderung memiliki kekuatan emosi
yang lebih besar dibandingkan anak yang memiliki pertumbuhan fisik lebih
maksimal (usia sekolah). Anak dengan fisik yang tumbuh optimal cenderung mampu
menahan emosi yang sedang dirasakan.
13
DAFTAR
PUSTAKA
Mรถnks,F.J.Psikologi Perkembangan : Pengantar
Dalam Berbagai Bagiannya.Yogyakarta : Gadjah Mada University Press,2002.
Drs.H.Wahab,Rochmat,M.Pd.M.A,Drs.M.Solehuddin,M.Pd.MA.Perkembangan
dan Belajar Peserta Didik.1998/1999.
14
Tidak ada komentar:
Posting Komentar