Jumat, 22 Maret 2013

CERPEN Q (HUJAN CINTA)


Hujan  Cinta
            Dinda mempercepat langkah kakinya menuju rumah, suara gemuruh dari langit yang mendung mulai mengganggu telinganya. Dia tidak ingin pulang dalam keadaan basah kuyup karena bisa-bisa dimarahi oleh mamanya. Suasana sore yang cukup sepi membuat langkah Dinda lancar tanpa harus terganggu lalu-lalang pejalan kaki lain. Tiba-tiba langkah Dinda terhenti di depan toko kue setelah teringat pesanan donat dari mamanya. Dengan terburu-buru Dinda masuk ke dalam toko dan keluar membawa bungkusan plastik berwarna putih. Baru melangkah beberapa kali, rintik hujan jatuh di tangan kanannya. Semakin lama rintik hujan berubah menjadi hujan deras dan membuat Dinda terpaksa kembali ke toko kue tadi untuk berteduh dan menunggu hujan reda.
            Sungguh hari yang melelahkan setelah seharian bosan dengan kegiatan di sekolah yang menyita waktu dan pikirannya. Sebagai salah satu anggota OSIS, setiap hari harus disibukkan dengan rapat. Sekarang ingin cepat pulang agar bisa beristirahat tetapi malah terhalang oleh hujan. Di dalam hatinya Dinda menggerutu, “Kenapa setiap kali hujan rasanya menyebalkan ya ? Apakah hujan ditakdirkan untuk menyusahkan manusia ?”. Dalam lamunannya tiba-tiba Dinda dikagetkan oleh suara petir yang keras dan menggelegar. Hujan yang semakin deras ditambah suara petir yang keras membuat Dinda merasa takut untuk malanjutkan perjalanan pulangnya dari sekolah.
            Dari jarak beberapa meter, Dinda melihat seseorang memakai payung yang serasa sudah tidak asing lagi di matanya. Semakin mendekat semakin jelas pula wajah sang pemakai payung. Tepat di depan toko kue, orang tersebut berhenti dan memberikan senyuman manis kepada Dinda.
Rio      : “Dinda, sedang apa kamu disini ? Kok belum pulang ?”.
Sambil tersenyum Dinda menjawab pertanyaan orang tersebut.
Dinda  : “Eh, Rio. Sebenarnya tadi aku mau pulang, tapi mampir dulu beli kue pesanan mama. Begitu keluar, e....malah hujan. Karena aku nggak bawa payung, jadi aku berteduh dulu di sini. Kamu kok baru pulang ?” tanya Dinda.
Rio adalah teman Dinda di sekolah, meskipun berbeda kelas tapi mereka sama-sama anggota OSIS. Dinda sebagai bendahara OSIS, dan Rio sebagai wakil ketua OSIS.
Rio      : “Iya tadi aku harus beres-beres perlengkapan rapat, karena yang lain udah pulang duluan,  aku harus beres-beres sendiri. Jadinya pulang sore kayak gini.”
Dinda  : “Oh, maaf ya. Aku nggak bantuin kamu.” Kata Dinda.
Rio      : “Nggak apa-apa kok, udah biasa.” Jawab Rio.
            Tanpa terasa hujan mulai agak reda dan waktu juga semakin sore.
Dinda  : “Eh, Rio. Kayaknya hujannya udah agak reda nih, aku pulang dulu ya. Kasian mamaku, pasti udah nunggu donat pesenannya.” kata Dinda.
Dengan sigap Rio menjawab.
Rio      :  “Dinda tunggu, biar aku anter kamu ya. Kan masih gerimis, nanti kalau tiba-tiba hujannya deras lagi gimana ? Kamu bisa basah kuyup dan sakit. Jadi biar aku anter kamu, kan aku bawa payung.”
Dinda  : “Nggak usah Rio, nggak apa-apa kok. Kasihan kamu kalau harus nganter aku. Lagian rumah kita kan beda jalur.” tolak Dinda.
Rio      : “Kamu lupa ya, aku kan cowok. Jadi aku bisa jaga diri. Sedangkan kamu kan cewek, nanti kalau ada apa-apa di jalan gimana ? Kalau berdua kan aku bisa ngelindungin kamu.” jawab Rio.
Dinda  : “Ya udah deh aku mau.”
Rio      : “Nah, gitu dong. Ayo.....”.
 Akhirnya mereka berdua menuju rumah Dinda dalam satu payung di tengah hujan gerimis. Selama perjalanan ke rumah Dinda, tidak ada percakapan yang terjadi. Sampai akhirnya ada sebuah mobil yang lewat dan mencipratkankan air kubangan yang ada di jalan ke arah Dinda. Dengan sigap Rio mengarahkan punggungnya untuk melindungi Dinda dari cipratan air yang kotor. Secara reflek Rio memeluk Dinda dan membuat Dinda deg-degan. Rio      : “Awas Din.....” teriak Rio. “Kamu nggak apa-apa kan ? Ngak basah kan ?” tanya Rio.
Dinda  : “Nggak kok, aku nggak basah. Makasih kamu udah ngalangin air tadi. Tapi baju seragam kamu jadi kotor gara-gara aku. Maaf ya.”
Rio      : “Ah, nggak apa-apa kok. Aku masih punya seragam satu lagi di rumah.” kata Rio.
Kemudian mereka kembali melanjutkan perjalanan ke rumah Dinda.
Dinda  : “Eh, Rio. Aku boleh nanya sesuatu nggak sama kamu ?” tanya Dinda.
Rio      : “Boleh aja, tapi jangan yang macem-macem lho.” jawab Rio.
Dinda  : “Sebenarnya kamu udah punya pacar apa belum sih ? Kok aku nggak pernah lihat kamu jalan sama pacar kamu.”
Rio      : “Kok pertanyaanmu gitu, kamu sering merhatiin aku ya ?” tanya Rio.
Dinda  : “Enggak kok, aku kan cuma pengen tau aja.” jawab Dinda dengan agak malu.
Rio      : “Sebenernya aku belum punya pacar sih, tapi aku lagi suka sama seorang cewek.”
Dinda  : “Beneran ? Siapa ? Aku kenal dia nggak ?” tanya Dinda dengan penuh rasa ingin tahu.
Rio      :  “Hm....kamu kenal kok, malahan kamu deket banget sama dia.” jawab Rio.
Dengan rasa penasaran Dinda kembali bertanya.
Dinda  :  “Siapa cewek beruntung itu ? Bilang sama aku dong.”
Rio      :  “Beruntung..... maksudnya ?” tanya Rio.
Dinda  :  “Iya beruntung, kamu kan cowok baik, pinter, ganteng, wakil ketua OSIS pula. Siapa sih cewek yang nggak suka sama kamu.” jawab Dinda.
Rio      :  “Oh, gitu ya. Sekarang aku mau tanya sama kamu. Kamu bilang semua cewek suka sama aku. Kamu suka sama aku juga nggak ?”.
Deg, Dinda terdiam dan tidak mengeluarkan sepatah katapun.
Rio      : “Hei, aku bercanda” kata Rio.
Dinda  : “Oh, syukurlah. Kirain kamu.....” belum sempat Dinda selesai bicara, Rio memotong perkataan Dinda.
Rio      :  “Eh, sudah sampai rumah kamu nih.” kata Rio.
Dinda  : “Eh, iya. Nggak kerasa udah sampai rumah ya ?” kata Dinda.
            Hujan telah berhenti saat mereka sampai di rumah Dinda.
Rio      : “ Ya udah kamu masuk sana, dah sore nih. Nanti mama kamu nunggu lama.” kata Rio.
Dinda  : “Iya, terima kasih ya Rio. maaf soal seragam kamu.” balas Dinda.
Rio      : “Kan aku udah bilang nggak apa-apa. Cepetan masuk sana.”
Dinda  : “Iya, iya. Kamu bawel banget deh” kata Dinda.
Lalu dinda masuk ke dalam rumahnya. Baru berpaling beberapa langkah tiba-tiba Rio memanggilnya.
Rio      : “Dinda, tunggu !”
Dinda  : “Ada apa ? Aku mau masuk nih, di luar udah mulai dingin.” jawab Dinda.
Rio      : “Em..... Sebenarnya.....”
Dinda  : “Cepetan ngomongnya, aku tinggal masuk nih” kata Dinda.
Rio      : “Tunggu ! Sebenarnya cewek beruntung yang kita omongin tadi itu kamu.....”
Begitu selesai mengatakan hal itu Rio langsung pulang dan meninggalkan Dinda yang masih berdiri di depan rumahnya tanpa sepatah katapun. Dalam hati Dinda merasa senang karena ternyata perasaan Rio sama seperti perasaan yang dirasakan Dinda. Kemudian Dinda tersenyum sendiri dan beranjak masuk ke dalam rumah. Sambil membuka pintu Dinda berpikir. Ternyata hujan tidak ditakdirkan untuk menyusahkan manusia, tetapi hujan ditakdirkan untuk menyatukan hati manusia.

Oleh : Deni Prasetya 

CERPEN Q (SEPUCUK SURAT DARI MAMA)


Sepucuk Surat Dari Mama
            Pagi ini terasa berbeda sekali dengan pagi-pagi pada hari-hari sebelumnya. Kicauan burungpun tidak terdengar seolah hilang tanpa bekas. Langit yang cerah dengan awan yang berarakan seketika berubah mendung dan agak pekat. Pohon jambu di depan rumah terasa kering seiring dengn jatuhnya helaian daun yang rapuh. Menandakan usia yang renta dari kerapuhan yang mulai menjalar.
            Aku melangkahkan kaki melewati pintu kontrakan yang penuh dengan coretan-coretan tak bertuan. Coretan yang berisi curahan hati para penghuni kontrakan sebelum aku. Kontrakan ini memang sederhana, hanya ada satu kamar tidur, dapur, ruang tamu, dan kamar mandi. Kesederhanaan inilah yang membuatku betah tinggal di tempat ini. Aku tinggal di sini sejak dua tahun yang lalu. Ketika aku mulai menapakkan kaki pertama kali di ibu kota. Memulai pekerjaanku sebagai karyawan salah satu butik terkenal di Jakarta. Kehidupan di ibu kota memang tidakmudah, dari hasil pekerjaanku hanya tempat ini yang mampu ku dapatkan.
            Dengan segelas teh hangat yang manis aku duduk di kursi kayu di teras depan kontrakan. Sebungkus biskuit menemani santap pagiku hari ini. Bayangan akan kampung halaman selalu muncul di dalam benakku. Tempat dimana aku dilahirkan, dididik, dan diasuh oleh mama yang sayang dan baik kepadaku. Tempat yang penuh dengan keindahan yang tidak dapat aku rasakan di Jakarta.
            Kuambil satu biskuit dan kumakan bersama teh yang ada di tanganku. Sampai akhirnya setengah bungkus biskuit telah masuk ke dalam tubuhku sebagai tenaga tambahan sebelum aku beraktifitas. Dalam nikmatnya sarapan pagiku, perhatianku tertuju kepada motor berwarna orange yang berhenti di depan pagar kontrakanku. Seorang tukang pos yang sudah tidak muda lagi turun dari motornya dengan membawa tumpukan surat yang harus diantarkannya. Dengan senyuman dia masuk ke dalam pagar kontrakanku dan menghampiriku. Pak pos itupun mengambil satu buah surat dari tumpukan surat yang dibawanya dan memberikannya padaku.
            Setelah memberikan surat itu kepadaku, dia segera berpamitan pergi untuk kembali menjalankan tugasnya mengantarkan surat-surat yang dipercayakan kepadanya. Dengan penasaran aku masuk ke dalam rumah. Meletakkan teh dan biskuitku, aku duduk di sofa ruang tamu. Segera ku buka amplop warna cokelat yang baru saja ku terima. Ternyata isinya adalah sepucuk surat dari mama. Sungguh sesuatu yang sangat aku nanti-nantikan selama dua tahun ini. Sebuah surat yang sangat berarti bagiku. Dengan hati bahagia ku baca isi surat dari mama.
Untuk anakku tersayang
Assalamualaikum. Apa kabar anakku. Semoga keadanmu baik-baik saja serta selalu dalam lindungan dan rahmat Allah SWT. Anakku, sudah dua tahun sejak kepergianmu dari rumah untuk mengadu nasib di Ibu kota. Rasanya sudah lama sekali mama tidak bertemu denganmu. Rasa rindu yang mama pendam sudah tidak bisa lagi mama simpan. Apakah kamu di sana sehat nak ? Apakah kamu betah ? Apakah kamu mendapat tempat tinggal yang layak ?. banyak sekali pertanyaan yang ingin mama tanyakan kepadamu.
Nak, selama dua tahun ini mama sangat khawatir dengan keadaanmu. Setiap malam mama selalu berdo’a agar kamu senantiasa diberi kesehatan dan perlindungan dari Allah SWT. Lama sudah waktu dan hari-hari yang mama lalui tanpa kehadiranmu. Sekarang rumah sangat sepi. Tidak ada lagi tawa riang yang mama dengar setiap pagi. Tidak ada lagi anak manis yang menyiapkan makan malam untuk mama. Tidak ada lagi teman setia untuk mama jadikan tempat berbagi suka dan duka. Semuanya telah berubah semenjak kepergianmu.
Satu hal yang perlu kamu tahu. Akhir-akhir ini papamu sakit karena memikirkan keadaanmu juga nak. Setiap kali tidur dia selalu menyebut namamu. Dia juga selalu menghabiskan waktu hanya untuk memandangi foto wajahmu. Mama jadi khawatir dengan kesehatan papamu. Mama takut jika terjadi hal yang tidak mama inginkan. Nak, kapan kau akan pulang ?. Kami semua merindukanmu. Cepatlah pulang nak. Mama ingin sekali bisa memeluk dan menciummu seperti dulu lagi.
Kalau kamu terlalu sibuk dan tidak bisa pulang. Selesaikanlah urusanmu, baru setelah itu pulanglah. Kerinduan mama sudah terlalu dalam. Apakah kamu tidak merindukan mama ?. Pulanglah nak. Mama akan selalu menunggu kepulanganmu meskipun entah sampai kapan.
Hanya ini yang dapat mama sampaikan nak. Balaslah surat mama jika kamu sempat. Balasan suratmu sangat berarti bagi mama. Mama hanya bisa mendo’akan semoga kamu sukses dengan pekerjaanmu. Pesan mama jangan lupa sholat dan jagalah kesehatan. Jangan sampai kamu sakit dan tidak ada yang mengurus. Sampai bertemu di rumah nak. Wasalamualaikum.
                                                                             Salam sayang
                                                                                    Mama
Air mataku tidak dapat ku bendung lagi saat aku membaca surat dari mama. Sungguh menyesal aku meninggalkan mereka yang di rumah. Ingin rasanya aku berlari pulang dan memeluk erat mamaku. Sungguh suatu hal yang sangat berharga bisa mendapatkan sepucuk surat dari mama. Sosok yang selalu mencintaiku meski tidak dapat ku tatap wajahnya. Sosok yang selalu mendo’akanku meski berada jauh dari pandangan. Mama, betapa aku juga sangat merindukanmu. Tanpamu aku bukanlah apa-apa. Pengorbananmu sungguh berarti dan tidak dapat tergantikan dengan perhiasan apapun di dunia ini. Kasih sayangmu sungguh dalam dan tulus. Sungguh beruntung aku memiliki mama sepertimu. I LOVE YOU MAMA.
           
                                                                        Oleh : Deni Prasetya


MAKALAH KELOMPOK STUDI ILMIAH


MAKALAH
PENDIDIKAN KARAKTER DALAM TANTANGAN GLOBALISASI
Untuk memenuhi tugas Kelompok Studi Ilmiah PGSD FKIP UKSW
Disusun oleh :
  1. Deni Prasetya                        292010007
  2. Andi Setyawan          292010188
  3. Nurcahyo Nugroho   292011205
  4. Novita Wijayanti       292011341
  5. Citra Rahmawati      292011505

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR (PGSD)
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP)
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA (UKSW)
SALATIGA

2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang. Salah satu hal yang sedang diperhatikan adalah masalah pendidikan. Namun, dunia pendidikan di Indonesia saat ini belum bisa sesuai dengan apa yang diharapkan. Pendidikan yang seharusnya menjadi sarana pembentuk generasi bangsa yang berkualitas pada kenyataannya sekarang ini banyak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh para pelajar. Misalnya, kasus tawuran antar pelajar, kesenangan para pelajar yang lebih suka bermain di dunia maya daripada belajar atau membaca buku, pengaruh perkembangan teknologi internet yang sering disalahgunakan para pelajar untuk membuka situs-situs porno, dan sebagainya.
            Jika dibandingkan, kenyataan dunia pendidikan di Indonesia pada masa lalu dan masa kini sangat jauh berbeda. Tidak adanya materi pelajaran tentang budi pekerti menyebabkan moral para pelajar menjadi kurang selaras dengan etika kehidupan dimasyarakat. Dari kenyataan yang terjadi, yang diperlukan dalam pendidikan di Indonesia saat ini adalah pembentukan karakter para pelajar. Jadi, efektifkah adanya pendidikan karakter ?
B.     Rumusan masalah
1.      Bagaimana peran pendidikan dalam tantangan globalisasi ?
2.      Apakah nilai dan karakter bisa dibentuk dalam pendidikan ?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui seberapa penting peran pendidikan dalam menghadapi tantangan globalisasi.
2.      Untuk membuktikan fungsi pendidikan dalam membentuk nilai dan karakter bangsa.




BAB II
PEMBAHASAN

Kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekadar definisi kerja sehingga tergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi, dan budaya masyarakat. Globalisasi bukan hanya mempengaruhi hal-hal itu saja tetapi juga mempengaruhi aspek pendidikan di Indonesia. Sadar atau tidak pengaruh globalisasi ini sangatlah signifikan bagi pelajar-pelajar. Misalnya, kesenangan para pelajar yang lebih suka bermain di dunia maya daripada belajar atau membaca buku, pengaruh perkembangan teknologi internet yang sering disalahgunakan para pelajar untuk membuka situs-situs porno, dan sebagainya. Bukankah kasus-kasus tersebut sudah tidak relevan dengan UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3;
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Dari UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 diatas bisa diambil kesimpulan bahwa pendidikan itu sangatlah berperan dalam menghadapi tantangan globalisasi karena kemajuan teknologi yang sangat cepat selain membawa pengaruh yang baik juga terdapat pengaruh yang buruk bagi pelajar sebab tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sekarang ini dunia pendidikan Indonesia lebih mengutamakan aspek kognitif  dan mengabaikan aspek afektif. Memang aspek kognitif itu merupakan inti dari pendidikan jadi lebih utama kognitif daripada afektif. Tetapi jangan pernah mengabaikan aspek afektif sebab tingkah laku pelajar yang buruk bisa mengubah nilai kognitif yang sebenarnya positif menjadi negatif. Untuk mengatasinya pendidikan harus mampu membentuk nilai dan karakter bangsa.
Pendidikan merupakan kunci utama dalam membentuk nilai dan karakter bangsa. Sebagaimana menurut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam rencana mencanangkan pendidikan karakter pada peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2 Mei 2010. Pendidikan karekter diharapkan mampu menjawab kegalauan dunia pendidikan Indonesia. Namun banyak faktor yang  menjadi penyebab kendala diselenggarakannya pendidikan karakter. Kendala tersebut menurut Rofiq Anwar (2000) karena dunia saat ini dikuasai oleh peradaban materi sehingga desain pendidikan yang dibangun lebih dominan pada kultur materialistik. Sementara pendidikan yang berlangsung lebih banyak menghadirkan ilmu dengan sedikit nilai-nilai moralitas, teori dengan sedikit praktik, sehingga proporsionalitasnya tidak berimbang. Ketika kesadaran bahwa pendidikan karakter menjadi jawaban atas problematika bangsa, maka yang perlu diperhatikan adalah :
1.      Pendidikan karakter tidak cukup hanya sekadar diwacanakan tapi perlu praktik secara langsung.
2.      Perlu figur guru/dosen yang berperan tidak saja sebagai mitra belajar, namun jauh lebih penting dari itu semua adalah mampu menjadi uswah khasanah (teladan yang baik).
3.      Perlu didukung seluruh pelaksana pendidikan dan sarana peribadatan yang memadai sebagai media efektif menanamkan nilai-nilai religius pada anak didik.
4.      Perlu pembiasaan, kontinuitas, dan istikamah.
Pendidikan karakter dalam praktiknya jika ingin efektif dan utuh mesti menyertakan tiga basis desain dalam pemrogramannya. Tanpa tiga basis itu, program pendidikan karakter di sekolah hanya menjadi wacana semata.
Pertama, desain pendidikan karakter berbasis kelas. Desain ini berbasis pada relasi guru sebagai pendidik dan siswa sebagai pembelajar di dalam kelas. Konteks pendidikan karakter adalah proses relasional komunitas kelas dalam konteks pembelajaran. Relasi guru-pembelajar bukan monolog, melainkan dialog dengan banyak arah sebab komunitas kelas terdiri dari guru dan siswa yang sama-sama berinteraksi dengan materi. Memberikan pemahaman dan pengertian akan keutamaan yang benar terjadi dalam konteks pengajaran ini, termasuk di dalamnya pula adalah ranah noninstruksional, seperti manajemen kelas, konsensus kelas, dan lain-lain, yang membantu terciptanya suasana belajar yang nyaman.
Kedua, desain pendidikan karakter berbasis kultur sekolah. Desain ini mencoba membangun kultur sekolah yang mampu membentuk karakter anak didik dengan bantuan pranata sosial sekolah agar nilai tertentu terbentuk dan terbatinkan dalam diri siswa. Untuk menanamkan nilai kejujuran tidak cukup hanya dengan memberikan pesan-pesan moral kepada anak didik. Pesan moral ini mesti diperkuat dengan penciptaan kultur kejujuran melalui pembuatan tata peraturan sekolah yang tegas dan konsisten terhadap setiap perilaku ketidakjujuran.
Ketiga, desain pendidikan karakter berbasis komunitas. Dalam mendidik, komunitas sekolah tidak berjuang sendirian. Masyarakat di luar lembaga pendidikan, seperti keluarga, masyarakat umum, dan negara, juga memiliki tanggung jawab moral untuk mengintegrasikan pembentukan karakter dalam konteks kehidupan mereka. Ketika lembaga negara lemah dalam penegakan hukum, ketika mereka yang bersalah tidak pernah mendapatkan sanksi yang setimpal, negara telah mendidik masyarakatnya untuk menjadi manusia yang tidak menghargai makna tatanan sosial bersama.
Pendidikan karakter hanya akan bisa efektif jika tiga desain pendidikan karakter ini dilaksanakan secara simultan dan sinergis. Tanpanya, pendidikan kita hanya akan bersifat parsial, inkonsisten, dan tidak efektif. Tidak hanya itu saja pendidikan karakter juga hanya memberi pembelajaran dalam lingkup sekolah masih ada lingkup yang sangat berperan yaitu keluarga. Kerja sama antara sekolah dengan keluarga merupakan hal yang sangat penting. Sekolah tidak mungkin  mengembangkan pendidikan karakter tanpa peran aktif orang tua. Kerjasama keduanya diperlukan.

Guru setidaknya diidentikkan dengan dua defenisi berikut. Pertama, dipandang dari sudut etimologis, guru berasal dari Bahasa Sansekerta “gu” yang berarti kegelapan dan “ru” yang berarti membebaskan atau menyingkirkan. Jadi, dilihat dari makna asalinya guru bermakna menyingkirkan atau menghalau kegelapan.
Dalam terang pemahaman ini, benarlah jika ada pendapat yang mengatakan bahwa guru itu pelita dalam kegelapan. Cahaya yang membersit dari pelita akan menghalau gelap dan menunjukkan jalan yang tepat untuk keluar dari jebakan ketidakberdayaan anak didik akibat kebodohan (Koesoema, 2009: xiii).
Kedua, guru juga sering dianggap sebagai akronim dari seseorang yang digugu dan ditiru. Guru adalah pribadi yang diteladani karena ia menunjukkan keutamaan-keutamaan (virtues) dalam praktek laku hidupnya. Guru hormat pada kejujuran, setia dalam ketekunan (persistence), luwes dalam bergaul dengan berbagai kalangan, memegang teguh kedisiplinan, dan mencintai anak didiknya.
Makhluk pembelajar
Menjadi guru tidaklah mudah. Sebagai pihak yang bertanggung jawab membantu generasi muda bangsa keluar dari pekatnya kegelapan (kebodohan) sekaligus menjadi pribadi yang layak diteladani maka seorang guru haruslah seorang makhluk pembelajar.
Andrias Harefa dalam bukunya berjudul Menjadi Makhluk Pembelajar (Penerbit Buku Kompas, 2000) mendefenisikan makhluk pembelajar sebagai setiap orang (manusia) yang bersedia menerima tanggung jawab untuk melakukan dua hal penting, yakni;
Pertama, berusaha mengenali hakikat dirinya, potensi dan bakat-bakat terbaiknya dengan selalu mencari jawaban yang lebih baik tentang beberapa pertanyaan eksistensial seperti: Siapakah aku? Darimanakah aku datang? Kemanakah aku akan pergi? Apakah yang menjadi tanggung jawabku dalam hidup ini? Dan kepada siapakah aku percaya?;

Kedua, berusaha sekuat tenaga untuk mengaktualisasikan segenap potensinya itu, mengekspresikan dan menyatakan dirinya sepenuh-penuhnya, seutuh-utuhnya dengan cara menjadi dirinya sendiri dan menolak dibanding-bandingkan dengan segala sesuatu yang bukan dirinya.

Berdasarkan defenisi yang dipaparkan di atas maka seorang guru harus selalu bergelut dengan pertanyaan-pertanyaan eksistensialnya; Siapakah aku sebagai guru? Mengapa aku menjadi guru? Apakah tanggung jawabku sebagai guru? Apakah aku cukup setia mendampingi murid-muridku dalam ziarah mereka mencari ilmu? Apakah aku selalu berusaha mengaktualisasikan setiap potensi yang aku miliki untuk menolong anak didikku keluar dari cengkeraman kebodohan? Apakah aku menyisihkan waktu untuk membaca setiap hari? Atau berbagai pertanyaan lain.

Selain menjawab pertanyaan-pertanyaan eksistensial di atas, laku hidup seorang guru harus menunjukkan bahwa ia layak diteladani. Laku hidup yang layak diteladani menuntut guru untuk mau berubah setiap hari. Namun, perlu disadari bahwa mengubah diri sendiri bukanlah pekerjaan membalik telapak tangan. Lebih mudah mengubah seorang siswa dengan kemampuan pas-pasan menjadi lebih pintar dan kompeten karena untuk mengubah pihak lain kita hanya perlu melakukan pendekatan persuasive sehingga mereka percaya dan menciptakan perubahan. Sementara untuk mengubah diri sendiri membutuhkan keberanian, jiwa besar dan kesabaran (Koesoema, 2009: 157).

Belajar adalah sebuah wujud gerak keluar. Karenanya bila mau belajar maka seorang guru harus keluar dari dirinya sendiri. Ini tentunya bertentangan dengan arus perkembangan dunia global yang semakin mementingkan diri sendiri. Keluar dari diri berarti bersiap kehilangan sesuatu yang sudah melekat erat dalam diri. Inilah yang membuat perubahan itu menjadi semakin sulit dan menjebak guru untuk mencintai apa yang sudah ada (konservatif) dan enggan melakukan perubahan.

Matinya Guru

Hakikat seorang guru adalah belajar. Jika dahulu kala, Rene Descartes mengatakan, saya berpikir maka saya ada, maka seorang guru mesti mengatakan pada dirinya, saya belajar maka saya ada. Karena itu apabila guru sudah berhenti belajar maka sebenarnya ia sudah tidak ada (mati).

Ada berbagai faktor yang menyebabkan seorang guru berhenti belajar. Dalam bukunya Pendidik Karakter di Zaman Keblinger, Doni Koesoema A. (2009) membeberkan enam factor yang menghambat seorang guru untuk belajar.

Pertama, jebakan rutinitas yang menuntut guru bekerja dalam keteraturan dan ritme yang jelas. Guru mesti mengikuti jadwal sekolah yang telah tersusun rapih seperti jadwal harian, kalender semester dan tahunan, ulangan harian, ulangan tengah semester dan ulangan akhir semester, pertemuan dengan siswa, orang tua, rapat dewan guru dan berbagai aktivitas rutin lainnya.

Dinamika seperti ini berlangsung setiap tahun selama kurun waktu layanan sebagai guru. Sarason (1971) mengatakan bahwa rutinitas dan kejenuhan membuat guru jarang menemukan a sense of personal growth (pertumbuhan diri sebagai pribadi) dan terjebak dalam kemandekan sense of intellectual growth (pertumbuhan intelektual).

Kedua, kelelahan fisik yang terjadi akibat tuntutan minimal beban yang mengharuskan guru mengajar 24 jam per minggu. Belum lagi guru harus membawa pekerjaannya ke rumah demi memenuhi standar pelayanan yang baik sebab di sekolah guru sudah tidak memiliki waktu tambahan untuk mengoreksi pekerjaan siswa.

Dinamika seperti ini menguras tenaga guru dan membuat mereka tidak dapat lagi bergerak lincah dan kreatif. Kesehatan fisiknya menurun pelan-pelan sehingga layanannya juga bergerak menuju titik nadir.

Ketiga, tugas yang menggunung selain mengajar. Selain tugas utama yang terkait dengan kegiatan mengajar seperti hadir dalam berbagai rapat kenaikan, kelulusan, pertemuan perwalian, komunikasi dengan orang tua siswa, membuat soal-soal ulangan, mengoreksi hasil kerja dan portofolio siswa, mempersiapkan materi ajar, guru masih memiliki tanggung jawab lain di luar jam mengajar seperti mendampingi kegiatan ekstra kurikuler, moderator OSIS, pendamping kelompok penelitian remaja, kesenian, olahraga, music, seni, teater, pencinta alam, majalah dinding,panitia penerimaan siswa baru, dan banyak kegiatan ekstra kurikuler lainnya. Tuntutan kerja sedemikian jelas mengurangi waktu guru untuk belajar dan mengembangkan diri.

Keempat, selalu memberi tanpa menerima. Memberi tanpa pamrih adalah hakikat guru. Saranson (1971) memandang bahwa sikap mulia guru yang hanya memberi ini akan menguras tenaga dan energy guru secara perlahan. Kegiatan pemberian diri ini menuntut tenaga, energy, waktu dan konsentrasi pemikiran yang tidak sedikit dan serentak mengurangi kesempatan untuk membekali diri dengan aktivitas-aktivitas belajar yang memperkaya pengetahuan dan keterampilan.

Kelima, tiada sosok manusia. Tugas sebagai guru yang menuntut terlalu banyak akan menghambat guru bertumbuh menjadi seorang manusia yang dewasa. Menurut Waller (Koesoema, 2009: 47), hambatan pertumbuhan guru ini terjadi karena hakikat pekerjaan guru itu sendiri berpotensi melanggengkan pemikiran infantilisme dalam diri mereka.

Kontak intensif dengan anak-anak yang merupakan tuntutan profesinya membuat guru harus beradaptasi dan cenderung berpikir sebagai anak-anak agar dapat memahami anak-anaknya dengan lebih baik. Ia mesti menghayati dan memahami anak-anak dengan lebih baik. Guru adalah manusia dewasa yang terikat dengan dunia anak-anak karena pola pikir, nilai-nilai dan perilaku anak-anak adalah bagian dari kesehariannya.

Keenam, burn-out. Rutinitas yang membelenggu kreativitas, tumpukan kerja yang menggunung, ancaman kesehatan fisik dan psikologis, kekuatiran proses penuaan serta karier yang macet bisa membuat guru paceklik semangat sehingga lelah dan letih secara fisik dan psikologis (burnout).

Kondisi sedemikian terjadi karena guru dipaksa untuk memberikan diri secara berlebihan di satu pihak sementara reward sebagai imbalan atas kinerjanya tidak setara. Akibatnya muncul perubahan yang lebih bersifat negative. Guru kehilangan konsentrasi, mengajar asal-asalan dan bersikap sangat mekanistik. Guru juga bias terjebak dalam pola pikir negatif, curiga, anti pembaruan, mudah marah dan cenderung mengambinghitamkan system dan orang dalam berbagai persoalan yang terjadi. Otomatis kondisi sedemikian tidak ideal untuk belajar.
Pembentukan karakter tidak hanya bisa didapatkan dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru di dalam kelas saja. Tetapi bisa juga diperoleh melalui aktifitas-aktifitas kerohanian di lingkungan tempat tinggal ataupun di tempat-tempat peribadatan. Setiap kepercayaan pasti hanya mengajarkan hal-hal yang baik, oleh sebab itu perlu ditanamkan nilai-nilai keagamaan bagi anak. Penanaman nilai kerohanian sejak dini akan mengarahkan pribadi anak menjadi pribadi yang baik dan selalu memperhatikan batasan-batasan moral di lingkungan pergaulan mereka.
Dari semua pembentukan karakter yang diterima oleh peserta didik, baik di sekolah ataupun dilingkungan pergaulan mereka. Yang perlu ditekankan kepada peserta didik adalah pembiasaan, peserta didik harus mampu membiasakan diri dalam kehidupan mereka untuk senantiasa melakukan hal-hal yang baik dan berpegang pada norma. Pembiasaan dapat bertujuan untuk mengubah perilaku yang mencerminkan karakter tidak baik menjadi baik. Selanjutnya diperlukan juga kontinuitas atau dilakukan secara berulang-ulang. Pengulangan perilaku yang baik, sedikit demi sedikit akan dapat menutup atau bahkan menghilangkan perilaku yang sebelumnya tidak baik dan tidak sesuai norma. Yang terakhir adalah istikamah, yaitu berpendirian teguh atau konsisten. Dari pembiasaan dan pengulangan yang dilakukan kepada peserta didik, peserta didik perlu memiliki sikap untuk memilih. Apakah mereka akan tetap mempertahankan untuk berperilaku baik atau sebaliknya. Istikamah ini adalah keputusan akhir yang dipilih peserta didik.

BAB II
SIMPULAN
            Di zaman sekarang ini merupakan era globalisasi sehingga semua aspek di dunia makin terikat satu sama lain. Ini menjadi suatu masalah karena budaya negara satu dipengaruhi oleh negara lain. Negara Indonesia dikenal sebagai bangsa yang sopan dan ramah tetapi sekarang mulai terkontaminasi budaya luar yang kurang mencerminkan jati diri bangsa Indonesia yang sesungguhnya. Maka pendidikan harus mampu membentuk nilai dan karakter bangsa seutuhnya. Dalam kenyataannya pendidikan karakter kurang begitu diperhatikan oleh para pendidik. Pendidik lebih menekankan pada aspek kognitif sehingga aspek afektif diabaikan. Agar aspek afektif tidak diabaikan maka yang perlu diperhatikan :
1.      Pendidikan karakter tidak cukup hanya sekadar diwacanakan tapi perlu praktik secara langsung.
2.      Perlu figur guru/dosen yang berperan tidak saja sebagai mitra belajar, namun jauh lebih penting dari itu semua adalah mampu menjadi uswah khasanah (teladan yang baik).
3.      Perlu didukung seluruh pelaksana pendidikan dan sarana peribadatan yang memadai sebagai media efektif menanamkan nilai-nilai religius pada anak didik.
4.      Perlu pembiasaan, kontinuitas, dan istikamah.


DAFTAR PUSTAKA
  1. Adrianus Nongo.2012. Guru, Teruslah belajar atau mati
25 Maret 2012, dari
  1. Adrianus Nongo.2012. Kucing Hitam Pendidikan Karakter
25 Maret 2012, dari
  1. Adrianus Nongo.2012. Pendidikan Karakter Integral
25 Maret 2012, dari
  1. Adrianus Nongo.2012. Pendidikan Karakter
25 Maret 2012, dari
  1. Adrianus Nongo.2012. Mengembangkan Pendidikan Karakter di Sekolah
25 Maret 2012, dari


TUGAS PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN IPA SD (GAYA BELAJAR)


GAYA BELAJAR

            Gaya belajar (learning styles) adalah berbagai pendekatan atau cara yang digunakan dalam belajar. Gaya belajar merujuk pada bagaimana seseorang ketika menyerap informasi. Ada tiga macam gaya belajar, yaitu: visual, auditori, dan kinestetik.
            Walaupun cara belajar setiap orang berbeda, tidak berarti gaya yang satu lebih baik dari gaya yang lain. Perbedaan ituhanya akibat dari suatu kebiasaan. Sesungguhnya setiap orang memiliki ketiga gaya belajar tersebut.
Tes Identifikasi Gaya Belajar (diadaptasi dari Buku Quantum Teaching)
            Perhatikan sejumlah tindakan atau perilaku yang mungkin Anda lakukan. Tandailah dengan tanda check (ü) pada kolom ‘sering’, ‘kadang-kadang’, atau ‘jarang’.setelah semua dikerjakan, hitung jumlah tanda check tiap kolom dan selanjutnya ikuti petunjuk pada bagian akhir setiap tabel.
Gaya Belajar Visual
No.
Visual
Sering
Kadang-kadang
Jarang
1
Rapi dan teratur



2
Berbicara dengan cepat



3
Pengatur dan perencana jangka panjang yang baik



4
Pengeja kata yang baik



5
Lebih mudah mengingat yang didengar daripada yang dilihat



6
Menghapal dengan asosiasi visual (misal: gunung dengan segitiga)



7
Sulit menerima penjelasan yang disampaikan secara lisan



8
Lebih suka membaca sendiri daripada dibacakan



9
Sering membuat corat-coret selama menelpon



10
Lebih suka melakukan daripada ‘berpidato’



11
Lebih menyenagi lukisan daripada musik



12
Tahu apa yang harus dilakukan tetapi sukar menemukan kata yang tepat




Sub total





X 2
X 1
X 0

Total: .....
.............+.................+.............

Gaya Belajar Auditorial
No.
Auditorial
Sering
Kadang-kadang
Jarang
1
Sering berbicara dengan diri sendiri sembari bekerja



2
Mudah terganggu oleh keributan kecil



3
Jika membaca sambil menggerakkan bibir



4
Lebih suka membaca keras-keras dan mendengarkan



5
Pandai bercerita secara lisan tetapi sulit jika mau menuliskannya



6
Berbicara dengan berirama



7
Seorang pembicara yang fasih



8
Lebih menyukai seni daripada musik



9
Mudah mengingat yang didengar daripada yang dilihat



10
Sering berbicara panjang-lebar daripada melakukan sesuatu



11
Lebih baik mengeja daripada menuliskan



12
Senang mengulang dan menirukan yang diucapkan orang




Sub total





X 2
X 1
X 0

Total: .....
.............+.................+.............

Gaya Belajar Kinestetis
No.
Kinestetis
Sering
Kadang-kadang
Jarang
1
Sering berbicara dengan lambat



2
Sering menyentuh orang lain untuk mendapatkan perhatian



3
Berdiri sedekat mungkin pada saat berbicara dengan orang lain



4
Berorientasi pada fisik dan gerak



5
Lebih suka belajar melalui aktivitas fisik daripada membaca atau mendengarkan



6
Lebih sering menghapalkan sesuatu sambil berjalan-jalan



7
Pada saat membaca sering menggunakan jari sebagai penunjuk



8
Banyak menggunakan isyarat-isyarat tubuh



9
Tidak dapat duduk tenang dalam waktu yang lama



10
Lebih sering membuat keputusan berdasarkan perasaan



11
Ketika mendengarkan sesuatu sambil mengetuk-ngetuk jari, pena, dsb



12
Menyediakan waktu untuk berolahraga atau aktivitas fisik yang lain




Sub total





X 2
X 1
X 0

Total: .....
.............+.................+.............

            Masukkan skor Anda pada tabel berikut dan hubungkan dengan penggal garis. Skor tertinggi menunjukkan gaya belajar Anda yang dominan. Diikuti oleh gaya belajar yang kadang-kadang Anda gunakan juga.
Skor total tes gaya belajar
Skor
Visual
Auditorial
Kinestetis
24



23



22



21



20



19



18



17



16



15



14



13



12



11



10



9



8



7



6



5



4



3



2



1




            Skor tertinggi menunjukkan gaya belajar Anda yang paling dominan, yang sesungguhnya paling sering Anda lakukan. Dua gaya belajar lain merupakan gaya belajar pendamping. Selain dengan tes gaya belajar dari Buku Quantum Teaching, Anda dapat menggunakan model berikut yang diadaptasi dari Colin Rose (1987): Accelerated Learning.
Jika Anda ...
Visual
Auditorial
Kinestetis
Mengeja kata
Sambil melihat kata yang dieja
Sambil mendengarkan bunyi yang Anda hasilkan
Sambil menuliskan kata itu di kertas
Berbicara
Tidak tahan mendengarkan kata-kata lawan bicara dalam waktu lama
Senang mendengarkan kata-kata lawan bicara tetapi tidak sabar untuk tidak berbicara
Melakukan gerakan-gerakan tubuh sesuai dengan suasana hati
Konsentrasi
Mudah terganggu oleh gerakan-gerakan lain
Mudah terganggu oleh suara/bunyi yang terjadi
Mudah terganggu oleh aktivitas di sekitar
Bertemu kembali dengan seseorang
Lupa namanya tetapi ingat dengan wajah dan tempat ketika berjumpa sebelumnya
Lupa wajahnya tetapi ingat namanya dan tutur katanya
Ingat semua yang dikerjakan bersama
Berhubungan dengan orang lain dalam rangka tugas
Senang berjumpa langsung
Senang lewat telepon
Berbicara sambil mengerjakan sesuatu
Membaca
Senang deskripsi yang menggambarkan tindakan yang dilakukan pelaku
Senang dengan dialognya
Senang dengan cerita silat
Melakukan yang baru
Senang melihat cara kerjanya
Senang membaca petunjuk
Senang langsung mencoba/melakukan
Menggunakan komputer
Melihat diagram lebih dahulu
Minta bantuan seseorang
Langsung mencoba sendiri

Ciri-ciri siswa Visual:
1.        Siswa visual lebih senang menyerap informasi melalui tulisan, gambar, diagram atau sesuatu yang dapat dilihat.
2.        Biasanya senang melihat gerak tubuh dan mimik anda didepan kelas untuk memahami penjelasan Anda.
3.        Mereka senang duduk di baris depan karena tidak ingin terganggu oleh tubuh kawan-kawannya.
4.      Mereka berpikir lewat gambar dan sajian visual yang lain, misalnya diagram, grafik, peta konsep, ilustrasi dari buku teks, video, atau transparansi OHP.
5.        Mereka senang mencatat semua rincian yang Anda sampaikan di kelas.
Ciri-ciri siswa Auditorial:
1.     Siswa auditorial lebih senang menyerap informasi Anda secara lisan, diskusi, atau mendengarkan apa yang Anda ucapkan.
2.    Mereka akan menginterpretasikan makna melalui intonasi dari ucapan Anda, termasuk irama bicara Anda.
3.        Penjelasan tertulis kurang berarti bagi mereka.
4.   Mereka akan diuntungkan jika belajar dengan membaca dan diucapkan atau mendengarkan lewat rekaman.
Ciri-ciri siswa Kinestetik:
1.        Siswa kinestetik senang belajar lewat kegiatan langsung, melakukan sesuatu secara fisik.
2.        Mereka sangat sukar untuk duduk dalam jangka waktu yang panjang tanpa melakukan sesuatu.
3.        Mereka belajar melalui aktivitas fisik.
4.        Mereka aktif secara fisik dan sering ambil istirahat.
5.        Mereka berbicara sambil menggerak-gerakkan tangan atau bagian tubuh yang lain.
6.        Mereka tergantung pada apa yang dialami atau dilakukan.
7.        Dalam pelajaran IPA, mereka akan mudah memahami apa yang dikerjakan di lab atau di lapangan.
8.        Mereka sangat senang bekerja fisik.
9.        Mereka juga senang jika Anda memberi dorongan dengan menepuk bahunya.