Jumat, 22 Maret 2013

TUGAS AKHIR FILSAFAT ILMU (EPISTEMOLOGI DASAR)



TUGAS AKHIR FILSAFAT ILMU
“EPISTEMOLOGI DASAR”
(FILSAFAT PENGETAHUAN)
Disusun untu memenuhi tugas akhir matakuliah Filsafat Ilmu
yang diampu oleh dosen Prof. Soetomo
Disusun oleh :
Nama  : Deni Prasetya
NIM    : 292010007
Kelas   : RS10A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR (PGSD)
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP)
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA (UKSW)
SALATIGA

2012
BAB I PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG DAN RUMUSAN MASALAH
A.      Latar Belakang
       Manusia hidup didunia tidak hanya memerlukan kebutuhan pokok saja. Akan tetapi manusia juga memerlukan informasi untuk mengetahui keadaan di lingkungan sekitar mereka. Dalam upaya untuk memperoleh informasi, manusia seringkali melakukan komunikasi ataupun cara-cara lain yang bisa digunakan. Salah satu informasi yang didapat dari komunikasi adalah pengetahuan. Pengetahuan sangat diperlukan bagi kehidupan manusia karena dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan. Dalam mencari pengetahuan, tak jarang manusia harus mempelajari Epistemologi. Epistemologi disebut juga sebagai teori pengetahuan karena mengkaji seluruh tolok ukur ilmu-ilmu manusia, termasuk ilmu logika dan ilmu-ilmu manusia yang bersifat gamblang, merupakan dasar dan pondasi segala ilmu dan pengetahuan.
       Sejak semula, epistemologi merupakan salah satu bagian dari filsafat sistematik yang paling sulit. Sebab epistemologi menjangkau permasalahan-permasalahan yang membentang luas, sehingga tidak ada sesuatu pun yang boleh disingkirkan darinya. Selain itu pengetahuan merupakan hal yang sangat abstrak dan jarang dijadikan permasalahan ilmiah di dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan biasanya diandaikan begitu saja. Oleh sebab itu, perlu diketahui apa saja yang menjadi dasar-dasar pengetahuan yang dapat digunakan manusia untuk mengembangkan diri dalam mengikuti perkembangan informasi yang pesat.
B.       Rumusan masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Epistemologi ?
2.      Apa saja macam-macam Epistemologi ?
3.      Mengapa Epistemologi perlu dipelajari ?
4.      Apa saja yang menjadi dasar-dasar pengetahuan ?
5.      Apa saja jenis-jenis pengetahuan ?

BAB II ISI
PEMBAHASAN MASALAH
A.      Pengartian Dasar
1.         Apa Itu Epistemologi
     Istilah “Epistemologi” berasal dari bahasa Yunani yaitu “episteme” yang berarti pengetahuan dan ‘logos” berarti perkataan, pikiran, atau ilmu. Kata “episteme” dalam bahasa Yunani berasal dari kata kerja epistamai, artinya menundukkan, menempatkan, atau meletakkan. Maka, secara harafiah episteme berarti pengetahuan sebagai upaya intelektual untuk menempatkan sesuatu dalam kedudukan setepatnya.
Lebih lanjut, epistemologi adalah suatu teori pengetahuan yang membahas berbagai segi pengetahuan seperti : kemungkinan, asal mula, sifat alami, batas-batas, asumsi dan landasan, validitas, dan reliabilitas, sampai pada soal kebenaran. Bagi suatu ilmu pertanyaan yang mengenai definisi ilmu itu, jenis pengetahuannya, pembagian ruang lingkupnya, dan kebenaran ilmiahnya, merupakan bahan-bahan pembahasan dari epistemologinya.
Epistemologi sering juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). Epistemologi lebih memfokuskan kepada makna pengetahuan yang berhubungan dengan konsep, sumber, dan kriteria pengetahuan, jenis pengetahuan, dan lain sebagainya. Harold Titus (1984), (Filsafat Ilmu, Prof.Dr.Dr.W.E.Soetomo Siswokartono,M.Pd) secara sistematis menjelaskan tiga persoalan dalam bidang epistemologi, yaitu :
a.         Apakah sumber pengetahuan itu, dan dari manakah datangnya pengetahuan yang benar, serta bagaimana cara mengetahuinya ?
b.        Apakah sifat dasarnya, adakah dunia yang benar-benar di luar pikiran kita, serta kalau ada, apakah kita dapat mengetahui ?
c.         Apakah pengetahuan itu valid, dan bagaimana membedakan yang benar dan salah ?
Lain halnya pendapat Kattsoff (1987), yang menyatakan bahwa pertanyaan epistemologi hanya ada dua macam :
a.         Bahwa epistemologi itu kefilsafatan yang berhubungan dengan psikologi, dan pertanyaannya semantik yang menyangkut hubungan antara pengetahuan dan objeknya.
b.        Bahwa epitemologi adalah sumber, sarana, dan tata cara, menggunakan itu untuk mencapai pengetahuan.
2.         Macam-macam Epistemologi
Berdasarkan cara kerja atau metode pendekatan yang diambil terhadap gejala pengetahuan, epistemologi dibedakan menjadi tiga yaitu :
Pertama, epistemologi metafisis. Yaitu epistemologi yang mendekati gejala pengetahuan dengan bertitik tolak dari pengandaian metafisika tertentu. Epistemologi macam ini berangkat dari suatu paham tertentu tentang kenyataan, lalu membahas tentang bagaimana manusia mengetahui kenyataan tersebut.
Kedua, epistemologi skeptis. Dalam epistemologi ini, kita perlu membuktikan dulu apa yang dapat kita ketahui sebagai sungguh nyata atau benar-benar tak dapat diragukan lagi dengan menganggap sebagai tidak nyata atau keliru segala sesuatu yang kebenarannya masih dapat diragukan. Kesulitan dengan metode pendekatan ini adalah apabila orang sudah masuk sarang skeptisme dan konsisten dengan sikapnya, tak gampang menemukan jalan keluar.
Ketiga, epistemologi kritis. Epistemologi ini tidak memprioritaskan metafisika atau epistemologi tertentu, melainkan berangkat dari asumsi, prosedur dan kesimpulan pemikiran akal sehat ataupun asumsi, prosedur, dan kesimpulan pemikiran ilmiah sebagaimana kita temukan dalam kehidupan, lalu kita coba tanggapi secara kritis asumsi, prosedur, dan kesimpulan tersebut.
Selain tiga macam epistemologi berdasarkan titik tolak pendekatannya, secara umum berdasarkan objek yang dikaji, epistemologi juga dapat dibagi menjadi dua bagian, yakni :
Pertama, epistemologi individual. Dalam epistemologi individual, kajian tentang bagaimana struktur pikiran manusia sebagai individu bekerja dalam proses mengetahui, misalnya dianggap cukup mewakili untuk menjelaskan bagaimana semua pengetahuan manusia pada umumnya diperoleh. Kajian tentang pengetahuan, baik tentang status kognitifnya maupun proses pemerolehannya, dianggap sebagai dapat didasarkan atas kegiatan manusia individual sebagai subjek penahu terlepas dari konteks sosialnya.
Kedua, epistemologi sosial. Adalah kajian filosofis terhadap pengetahuan sebagai data sosiologis. Bagi epistemologi sosial, hubungan sosial, kepentingan sosial, dan lembaga sosial dipandang sebagai faktor-faktor yang amat menentukan dalam proses, cara, maupun pemerolehan pengetahuan.
3.         Mengapa Epistemologi Perlu Dipelajari
Sekurang-kurangnya ada tiga alasan yang dapat dikemukakan mengapa epistemologi perlu dipelajari (A.M.W. Pranarka, ibid., hlm. 19-31).
Alasan pertama berangkat dari pertimbangan strategis, kajian epistemologi perlu karena pengetahuan sendiri merupakan hal yang secara strategis penting bagi kehidupan manusia. Stratego berkenaan dengan bagaimana mengelola kekuasaan atau daya kekuatan yang ada sehingga tujuan dapat tercapai.
Alasan kedua dari pertimbangan kebudayaan, penjelasan yang pokok adalah kenyataan bahwa pengetahuan merupakan salah satu unsur dasar kebudayaan. Berkat pengetahuan, manusia dapat mengolah dan mendayagunakan alam lingkungannya. Selain itu, manusia mampu membudayakan alam, membudayakan masyarakat, dan demikian membudayakan dirinya sendiri.
Alasan ketiga berangkat dari pertimbangan pendidikan, epistemologi perlu dipelajari karena manfaatnya untuk bidang pendidikan. Pendidikan sebagai usaha dasar untuk membantu peserta didik mengembangkan pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan hidup, tidak lepas dari penguasaan pengetahuan.
B.       Dasar-dasar Pengetahuan
1.         Pengalaman
     Hal utama yang mendasarkan pengetahuan adalah pengalaman. Pengalaman adalah keseluruhan peristiwa yang terjadi dalam diri manusia dalam interaksinya dengan alam, lingkungan, dan kenyataan. Pengalaman terbagi menjadi dua antara lain pengalaman primer, yaitu pengalaman langsung akan persentuhan indrawi dengan benda-benda konkret di luar manusia dan peristiwa yang disaksikan sendiri. Yang kedua pengalaman sekunder, yaitu pengalaman tak langsung atau reflektif mengenai pengalaman primer.
Ada tiga ciri pokok pengalaman manusia, ciri pokok yang pertama adalah pengalaman manusia sangat beraneka ragam. Manusia bisa melihat, mendengar, merasakan, menyentuh, dan membau sesuatu. Manusia dapat merasa sedih, senang, marah, bahagia, dan sebagainya. Itu menandakan bahwa pengalaman manusia itu beraneka ragam. Ciri pokok yang kedua adalah pengalaman manusia selalu berkaitan dengan objek tertentu di luar diri manusia sebagai objek. Objek tersebut dapat berupa benda, orang, peristiwa, hal, ataupun gagasan. Dan ciri pokok yang ketiga adalah pengalaman manusia terus bertambah seiring bertambahnya umur, kesempatan, dan tingkat kedewasaan manusia. Seiring dengan bertambahnya umur dan tersedianya kesempatan manusia dapat mengalami banyak hal baru yang menambahkan pada apa yang sampai saat ini belum pernah dialami.
2.         Ingatan
Selain pengalaman, pengetahuan juga didasarkan atas ingatan. Tanpa ingatan, pengalaman tidak akan berkembang menjadi pengetahuan. Manusia dapat mengetahui suatu informasi yang dapat menjadi pengetahuan baru karena manusia mampu mengingat apa yang telah dipelajari sebelumnya. Agar ingatan dapat menjadi dasar yang dapat dipertanggungjawabkan kebenaranya bagi pengetahuan, ada dua syarat yang harus dipenuhi yaitu : 1. Ingatan tersebut merupakan suatu peristiwa yang benar-benar pernah dialami dan disaksikan pada masa lalu. 2. Ingatan tersebut bersifat konsisten dan dapat berhasil menjadi dasar pemecahan persoalan yang sekarang sedang dihadapi.
3.         Kesaksian
Kesaksian menjadi penegasan akan sesuatu sebagai ssesuatu yang benar oleh seorang saksi kejadian atau peristiwa, dan diajukan kepada orang lain untuk dipercaya. Apabila kesaksian tersebut dipercaya oleh orang lain, maka berarti kesaksian tersebut dapat dianggap sebagai pengetahuan. Dalam kehidupan sehari-hari ditengah masyarakat, hanya sebagian kecil dari pengetahuan dan kepercayaan yang diperoleh dari pengalaman pribadi manusia. Manusia banyak mempercayakan diri pada kesaksian orang lain.
4.    Minat dan Rasa Ingin Tahu
Tidak semua pengalaman berkembang menjadi pengetahuan. Untuk dapat berkembang menjadi pengetahuan, subjek yang mengalami sesuatu perlu memiliki minat dan rasa ingin tahu tentang apa yang dialami. Minat mengarahkan perhatian terhadap hal-hal yang dialami dan dianggap penting untuk diperhatikan. Sedangkan rasa ingin tahu mendorong manusia untuk bertanya dan melakukan penyelidikan atas apa yang dialami dan menarik minatnya. Rasa ingin tahu erat kaitannya dengan pengalaman kekaguman atau keheranan akan apa yang dialami.
5.         Pikiran dan Penalaran
Untuk memahami dan menjelaskan segala pengalaman yang dialami, manusia perlu melakukan kegiatan berpikir. Kegiatan berpikir menandakan bahwa manusia memiliki pikiran. Sedangkan penalaran merupakan proses bagaimana pikiran menarik kesimpulan dari hal-hal yang sebelumnya dialami. Meskipun kegiatan berpikir memang lebih dari sekedar bernalar, tetapi kegiatan pokok pikiran dalam mencari pengetahuan adalah penalaran. Tanpa pikiran dan penalaran tidak mungkin ada pengetahuan. Penalaran manusia dapat berbentuk induksi, deduksi, juga abduksi.
Induksi adalah proses penalaran untuk menarik kesimpulan umum dari berbagai kejadian atau kasus khusus. Deduksi adalah bentuk penalaran yang berangkat dari suatu pernyataan atau hukum umum ke kejadian khusus yang dapat diturunkan dari pernyataan atau hukum umum tersebut. Sedangkan abduksi adalah penalaran untuk merumuskan sebuah hipotesis berupa pernyataan umum yang kemungkinan kebenarannya masih perlu diuji coba. Berkat kemampuan menalar, manusia dapat mengembangkan pengetahuannya.
6.         Logika
Logika adalah ilmu pengetahuan atau kecakapan bagaimana manusia berpikir lurus atau benar. Logika juga sering disebut sebagai keterampilan berpikir dalam menerapkan hukum-hukum pemikiran yang lurus, benar, tepat, dan sehat. Dalam perkembangan berpikir, logika ada dua macam yaitu logika kodrati dan logika ilmiah. Logika kodrati adalah cara seseorang mengolah budinya, bekerja secara spontan karena manusia menyadari bahwa dalam mengolah dan mengerjakan pemikirannya cenderung subjektif. Sementara itu logika ilmiah secara faktual berusaha membantu dan menyempurnakan pemikiran logika yang kodrati. Caranya dengan memperhalus pemikiran dengan akal budi lahir kebenaran dan mempertajam pemikiran agar kerja logika ilmiah menjadi lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah, dan lebih aman sehingga kesesatan berpikir dapat dihindarkan.
7.         Bahasa
Selain logika, dalam penalaran juga membutuhkan penggunaan bahasa. Maka, bahasa juga merupakan salah satu hal yang mendasari dan memungkinkan pengetahuan pada manusia. Bahasa manusia tidak hanya berupa bahasa lisan, tetapi juga bahasa tertulis. Bahasa tertulis adalah bahasa yang dituangkan dalam bentuk tulisan, misalnya dalam buku, majalah, koran, dan sebagainya. Bahasa tertulis memiliki peran dalam kehiatan manusia menemukan pengetahuan. Karena banyak sekali pengetahuan yang terkandung di dalam bahasa tertulis. Dengan berkembangnya bahasa tulisan, ingatan manusia dilipatgandakan dan pemikiran serta kegiatan kreatif lain dari manusia semakin ditingkatkan.
8.         Kebutuhan Hidup Manusia
Dalam interaksinya dengan dunia dan lingkungan sosial sekitarnya manusia membutuhkan pengetahuan. Maka, kebutuhan hidup manusia dapat dikatakan juga merupakan suatu faktor yang mendasari dan mendorong berkembangnya pengetahuan manusia. Sebagai sarana yang dibutuhkan untuk hidup, bagi manusia, pengetahuan juga merupakan suatu alat, strategi, dan kebijaksanaan manusia dalam berinteraksi dengan dunia dan lingkungan sosial sekitarnya. Pengetahuan yang benar pada dasarnya dicari manusia untuk dapat berinteraksi secara tepat.
C.      Tiga Jenis Pengetahuan
1.         Pengetahuan Ilmiah
       Pengetahuan ilmiah adalah jenis pengetahuan yang diperoleh dan dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah atau dengan menerapkan cara kerja atau metode ilmiah. Sedangkan yang dimaksud dengan metode ilmiah adalah prosedur atau langkah-langkah sistematis yang perlu diambil guna memperoleh pengetahuan yang didasarkan atas persepsi indrawi dan melibatkan uji coba hipotesis serta teori secara terkendali. Kumpulan hukum yang serumpun dan tertata secara sistematis membentuk suatu teori ilmiah. Dalam upaya memahami alam, fokus perhatian seorang ilmuwan adalah mengejar pengetahuan yang berlaku umum.  Pengetahuan ilmiah pertama-tama memperoleh pendasaran induktif dan bukan deduktif.
2.         Pengetahuan Moral
       Cukup banyak orang yang menganggap bahwa dalam hal moral tidak ada kebenaran yang bersifat objektif dan universal. Penilaian dan putusan moral adalah soal perasaan pribadi atau paling-paling produk budaya tempat orang lahir dan dibesarkan. Dalam hal moral tidak ada pengakuan kebenaran yang sah. Nilai-nilai moral dinyatakan hanya kepada orang yang mengalami urgensi atau keharusannya. Kalau kita menyingkirkan urgensi tersebut, tidak akan ada cara untuk meneliti keaslian kenyataan tersebut. Di dalam bidang-bidang moral, kutub objektif pengalaman tidak ditandai oleh sesuatu yang memaksa, digolongkan di bawah hukuman, dan terbuka secara umum sebagaimana pengetahuan alamiah.
3.         Pengetahuan Religius
       Persoalan tentang kemungkinan adanya pengetahuan religius sedikit berbeda dari persoalan tentang kemungkinan adanya pengetahuan moral. Meskipun begitu, beberapa konsep dan prinsip yang berlaku dalam membahas kemungkinan adanya pengetahuan moral dapat dipakai untuk memberi terang pada persoalan tentang pengetahuan religius. Persoalan ini muncul berkaitan dengan adanya pengakuan bahwa pengetahuan religius, termasuk di dalamnya adalah pengetahuan kita tentang Tuhan, sesungguhnya berada di luar lingkup pengetahuan manusia. Pernyataaan bahwa Tuhan itu ada dan memiliki sifat-sifat tertentu seperti Maha Kuasa, Maha Pengasih, Maha Penyayang, dan sebagainya merupakan pokok iman dan bukan materi pengetahuan manusia. Hidup beriman yang memuat kepercayaan akan adanya Tuhan memang merupakan suatu tindakan yang tidak bertentangan dengan dengan nalar, tetapi juga tidak selalu didasarkan atas pertimbangan nalar belaka. Apalagi kalau hanya dibatasi pada nalar logis saja.


BAB III PENUTUP
KESIMPULAN

          Istilah “Epistemologi” berasal dari bahasa Yunani yaitu “episteme” yang berarti pengetahuan dan ‘logos” berarti perkataan, pikiran, atau ilmu. Lebih lanjut, epistemologi adalah suatu teori pengetahuan yang membahas berbagai segi pengetahuan seperti : kemungkinan, asal mula, sifat alami, batas-batas, asumsi dan landasan, validitas, dan reliabilitas, sampai pada soal kebenaran. Epistemologi sering juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). Epistemologi lebih memfokuskan kepada makna pengetahuan yang berhubungan dengan konsep, sumber, dan kriteria pengetahuan, jenis pengetahuan, dan lain sebagainya.
Berdasarkan cara kerja atau metode pendekatan yang diambil terhadap gejala pengetahuan, epistemologi dibedakan menjadi tiga yaitu : epistemologi metafisis, epistemologi skeptis, dan epistemologi kritis. Sedangkan berdasarkan objek yang dikaji, epistemologi juga dapat dibagi menjadi dua bagian, yakni : epistemologi individual dan epistemologi sosial.
Sekurang-kurangnya ada tiga alasan yang dapat dikemukakan mengapa epistemologi perlu dipelajari, yaitu alasan pertama berangkat dari pertimbangan strategis, alasan kedua dari pertimbangan kebudayaan, dan alasan ketiga berangkat dari pertimbangan pendidikan.
Dalam pengetahuan, ada beberapa hal yang mendasari terbentuknya pengetahuan antara lain pengalaman, ingatan, kesaksian, minat dan rasa ingin tahu, pikiran dan penalaran, logika, bahasa, dan kebutuhan hidup manusia. Secara umum, pengetahuan dibedakan menjadi tiga yaitu pengetahuan ilmiah, pengetahuan moral, dan pengetahuan religius. Pengetahuan ilmiah adalah jenis pengetahuan yang diperoleh dan dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah atau dengan menerapkan cara kerja atau metode ilmiah. Dalam pengetahuan moral, nilai-nilai moral dinyatakan hanya kepada orang yang mengalami urgensi atau keharusannya. Kalau kita menyingkirkan urgensi tersebut, tidak akan ada cara untuk meneliti keaslian kenyataan tersebut. Sedangkan dalam pengetahuan religius, persoalan tentang kemungkinan adanya pengetahuan religius sedikit berbeda dari persoalan tentang kemungkinan adanya pengetahuan moral. Meskipun begitu, beberapa konsep dan prinsip yang berlaku dalam membahas kemungkinan adanya pengetahuan moral dapat dipakai untuk memberi terang pada persoalan tentang pengetahuan religius.

DAFTAR PUSTAKA
Sudarminta, J, Epistemologi Dasar Pengantar Filsafat Pengetahuan, Yogyakarta: KANISIUS, 2002
Siswokartono, Soetomo, Filsafat Ilmu, Semarang:Yayasan Kanthil, 2012


Tidak ada komentar:

Posting Komentar