Jumat, 22 Maret 2013

CERPEN Q (HUJAN CINTA)


Hujan  Cinta
            Dinda mempercepat langkah kakinya menuju rumah, suara gemuruh dari langit yang mendung mulai mengganggu telinganya. Dia tidak ingin pulang dalam keadaan basah kuyup karena bisa-bisa dimarahi oleh mamanya. Suasana sore yang cukup sepi membuat langkah Dinda lancar tanpa harus terganggu lalu-lalang pejalan kaki lain. Tiba-tiba langkah Dinda terhenti di depan toko kue setelah teringat pesanan donat dari mamanya. Dengan terburu-buru Dinda masuk ke dalam toko dan keluar membawa bungkusan plastik berwarna putih. Baru melangkah beberapa kali, rintik hujan jatuh di tangan kanannya. Semakin lama rintik hujan berubah menjadi hujan deras dan membuat Dinda terpaksa kembali ke toko kue tadi untuk berteduh dan menunggu hujan reda.
            Sungguh hari yang melelahkan setelah seharian bosan dengan kegiatan di sekolah yang menyita waktu dan pikirannya. Sebagai salah satu anggota OSIS, setiap hari harus disibukkan dengan rapat. Sekarang ingin cepat pulang agar bisa beristirahat tetapi malah terhalang oleh hujan. Di dalam hatinya Dinda menggerutu, “Kenapa setiap kali hujan rasanya menyebalkan ya ? Apakah hujan ditakdirkan untuk menyusahkan manusia ?”. Dalam lamunannya tiba-tiba Dinda dikagetkan oleh suara petir yang keras dan menggelegar. Hujan yang semakin deras ditambah suara petir yang keras membuat Dinda merasa takut untuk malanjutkan perjalanan pulangnya dari sekolah.
            Dari jarak beberapa meter, Dinda melihat seseorang memakai payung yang serasa sudah tidak asing lagi di matanya. Semakin mendekat semakin jelas pula wajah sang pemakai payung. Tepat di depan toko kue, orang tersebut berhenti dan memberikan senyuman manis kepada Dinda.
Rio      : “Dinda, sedang apa kamu disini ? Kok belum pulang ?”.
Sambil tersenyum Dinda menjawab pertanyaan orang tersebut.
Dinda  : “Eh, Rio. Sebenarnya tadi aku mau pulang, tapi mampir dulu beli kue pesanan mama. Begitu keluar, e....malah hujan. Karena aku nggak bawa payung, jadi aku berteduh dulu di sini. Kamu kok baru pulang ?” tanya Dinda.
Rio adalah teman Dinda di sekolah, meskipun berbeda kelas tapi mereka sama-sama anggota OSIS. Dinda sebagai bendahara OSIS, dan Rio sebagai wakil ketua OSIS.
Rio      : “Iya tadi aku harus beres-beres perlengkapan rapat, karena yang lain udah pulang duluan,  aku harus beres-beres sendiri. Jadinya pulang sore kayak gini.”
Dinda  : “Oh, maaf ya. Aku nggak bantuin kamu.” Kata Dinda.
Rio      : “Nggak apa-apa kok, udah biasa.” Jawab Rio.
            Tanpa terasa hujan mulai agak reda dan waktu juga semakin sore.
Dinda  : “Eh, Rio. Kayaknya hujannya udah agak reda nih, aku pulang dulu ya. Kasian mamaku, pasti udah nunggu donat pesenannya.” kata Dinda.
Dengan sigap Rio menjawab.
Rio      :  “Dinda tunggu, biar aku anter kamu ya. Kan masih gerimis, nanti kalau tiba-tiba hujannya deras lagi gimana ? Kamu bisa basah kuyup dan sakit. Jadi biar aku anter kamu, kan aku bawa payung.”
Dinda  : “Nggak usah Rio, nggak apa-apa kok. Kasihan kamu kalau harus nganter aku. Lagian rumah kita kan beda jalur.” tolak Dinda.
Rio      : “Kamu lupa ya, aku kan cowok. Jadi aku bisa jaga diri. Sedangkan kamu kan cewek, nanti kalau ada apa-apa di jalan gimana ? Kalau berdua kan aku bisa ngelindungin kamu.” jawab Rio.
Dinda  : “Ya udah deh aku mau.”
Rio      : “Nah, gitu dong. Ayo.....”.
 Akhirnya mereka berdua menuju rumah Dinda dalam satu payung di tengah hujan gerimis. Selama perjalanan ke rumah Dinda, tidak ada percakapan yang terjadi. Sampai akhirnya ada sebuah mobil yang lewat dan mencipratkankan air kubangan yang ada di jalan ke arah Dinda. Dengan sigap Rio mengarahkan punggungnya untuk melindungi Dinda dari cipratan air yang kotor. Secara reflek Rio memeluk Dinda dan membuat Dinda deg-degan. Rio      : “Awas Din.....” teriak Rio. “Kamu nggak apa-apa kan ? Ngak basah kan ?” tanya Rio.
Dinda  : “Nggak kok, aku nggak basah. Makasih kamu udah ngalangin air tadi. Tapi baju seragam kamu jadi kotor gara-gara aku. Maaf ya.”
Rio      : “Ah, nggak apa-apa kok. Aku masih punya seragam satu lagi di rumah.” kata Rio.
Kemudian mereka kembali melanjutkan perjalanan ke rumah Dinda.
Dinda  : “Eh, Rio. Aku boleh nanya sesuatu nggak sama kamu ?” tanya Dinda.
Rio      : “Boleh aja, tapi jangan yang macem-macem lho.” jawab Rio.
Dinda  : “Sebenarnya kamu udah punya pacar apa belum sih ? Kok aku nggak pernah lihat kamu jalan sama pacar kamu.”
Rio      : “Kok pertanyaanmu gitu, kamu sering merhatiin aku ya ?” tanya Rio.
Dinda  : “Enggak kok, aku kan cuma pengen tau aja.” jawab Dinda dengan agak malu.
Rio      : “Sebenernya aku belum punya pacar sih, tapi aku lagi suka sama seorang cewek.”
Dinda  : “Beneran ? Siapa ? Aku kenal dia nggak ?” tanya Dinda dengan penuh rasa ingin tahu.
Rio      :  “Hm....kamu kenal kok, malahan kamu deket banget sama dia.” jawab Rio.
Dengan rasa penasaran Dinda kembali bertanya.
Dinda  :  “Siapa cewek beruntung itu ? Bilang sama aku dong.”
Rio      :  “Beruntung..... maksudnya ?” tanya Rio.
Dinda  :  “Iya beruntung, kamu kan cowok baik, pinter, ganteng, wakil ketua OSIS pula. Siapa sih cewek yang nggak suka sama kamu.” jawab Dinda.
Rio      :  “Oh, gitu ya. Sekarang aku mau tanya sama kamu. Kamu bilang semua cewek suka sama aku. Kamu suka sama aku juga nggak ?”.
Deg, Dinda terdiam dan tidak mengeluarkan sepatah katapun.
Rio      : “Hei, aku bercanda” kata Rio.
Dinda  : “Oh, syukurlah. Kirain kamu.....” belum sempat Dinda selesai bicara, Rio memotong perkataan Dinda.
Rio      :  “Eh, sudah sampai rumah kamu nih.” kata Rio.
Dinda  : “Eh, iya. Nggak kerasa udah sampai rumah ya ?” kata Dinda.
            Hujan telah berhenti saat mereka sampai di rumah Dinda.
Rio      : “ Ya udah kamu masuk sana, dah sore nih. Nanti mama kamu nunggu lama.” kata Rio.
Dinda  : “Iya, terima kasih ya Rio. maaf soal seragam kamu.” balas Dinda.
Rio      : “Kan aku udah bilang nggak apa-apa. Cepetan masuk sana.”
Dinda  : “Iya, iya. Kamu bawel banget deh” kata Dinda.
Lalu dinda masuk ke dalam rumahnya. Baru berpaling beberapa langkah tiba-tiba Rio memanggilnya.
Rio      : “Dinda, tunggu !”
Dinda  : “Ada apa ? Aku mau masuk nih, di luar udah mulai dingin.” jawab Dinda.
Rio      : “Em..... Sebenarnya.....”
Dinda  : “Cepetan ngomongnya, aku tinggal masuk nih” kata Dinda.
Rio      : “Tunggu ! Sebenarnya cewek beruntung yang kita omongin tadi itu kamu.....”
Begitu selesai mengatakan hal itu Rio langsung pulang dan meninggalkan Dinda yang masih berdiri di depan rumahnya tanpa sepatah katapun. Dalam hati Dinda merasa senang karena ternyata perasaan Rio sama seperti perasaan yang dirasakan Dinda. Kemudian Dinda tersenyum sendiri dan beranjak masuk ke dalam rumah. Sambil membuka pintu Dinda berpikir. Ternyata hujan tidak ditakdirkan untuk menyusahkan manusia, tetapi hujan ditakdirkan untuk menyatukan hati manusia.

Oleh : Deni Prasetya 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar