Minggu, 25 September 2011

PERKEMBANGAN BELAJAR PESERTA DIDIK

MAKALAH
KONSEP DASAR PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK DAN PENGARUH PERTUMBUHAN FISIK TERHADAP INTELEKTUAL, EMOSI, DAN SOSIAL ANAK




Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah PBPD yang di ampu
 oleh dosen Firosalia Kristin

Disusun oleh :
     Nama  : Deni Prasetya
     NIM    : 292010007
     Kelas   : RS 10 A


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP)
S1 PGSD
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA (UKSW)
SALATIGA

Oktober 2010




i




DAFTAR ISI


Halaman

HALAMAN SAMPUL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .              i

DAFTAR ISI  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .          ii

BAB I. PENDAHULUAN
1. Latar belakang  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .          1
            2. Rumusan masalah .  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .         1
            3. Tujuan penulisan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .          1

BAB II. ISI
            1. Konsep dasar perkembangan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .          2
              1.1 Pengertian perkembangan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .           2
                1.2 Konsep-konsep perkembangan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .           2
                1.3 Aspek-aspek perkembangan pada anak. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .          5
             1.4 Ciri-ciri perkembangan anak. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .         6
          2. Pengaruh pertumbuhan fisik terhadap intelektual, emosi, dan sosial anak         7
                2.1 Pertumbuhan fisik. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .       7
             2.2 Pertumbuhan fisik dalam bidang intelektual anak. . . . . . . . . . . . . . . . .        7
             2.3 Pertumbuhan fisik dalam bidang emosi anak. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .        9
                2.4 Pertumbuhan fisik dalam bidang sosial anak. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .      11

KESIMPULAN. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .       13

DAFTAR PUSTAKA. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .       14












ii



BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar belakang
Perkembangan anak merupakan sesuatu yang kompleks. Artinya, banyak faktor   yang turut berpengaruh dan saling terjalin dalam berlangsungnya proses perkembangan anak. Perkembangan merupakan perpaduan dari proses-proses biologis, kognitif, dan psikososial. Ini berarti bahwa perkembangan berlangsung secara utuh dalam aspek yang ada dalam diri manusia. Dengan kata lain, setiap aspek perkembangan itu tidak berkembang sendiri-sendiri.
Secara fisik, anak anak pada usia sekolah memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan kondisi fisik sebelum dan sesudahnya. Karakteristik perkembangan fisik ini perlu di pelajari dan di pahami oleh para guru dan calon guru karena akan memiliki implikasi tertentu bagi penyelenggaraan pendidikan. Dalam hal ini diasumsikan bahwa aktivitas-aktivitas anak termasuk aktivitas belajar dan aktivitas-aktivitas mental lainnya, akan banyak dipengaruhi oleh kondisi fisiknya. Selain itu, juga diyakini bahwa pertumbuhan fisik anak dapat memberikan pengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak secara keseluruhan.

2. Rumusan masalah
1.      Apa saja konsep dasar perkembangan peserta didik ?
2.      Pertumbuhan fisik mempengaruhi sosio-psikologis anak. Bagaimana pengaruh pertumbuhan fisik pada bidang intelektual, emosi, dan sosial anak ?

3. Tujuan penulisan
            Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.      Memenuhi tugas mata kuliah Perkembangan Belajar Peserta Didik yang di ampu                      oleh dosen Firosalia Kristin.
2.      Memberi informasi kepada pembaca tentang konsep dasar perkembangan peserta didik.
3.      Memberi informasi kepada pembaca tentang pengaruh pertumbuhan fisik terhadap intelektual, emosi, dan sosial anak.
4.      Mendapatkan nilai dari mata kuliah Perkembangan Belajar Peserta Didik.









1


BAB II
ISI


1. Konsep dasar perkembangan

1.1  Pengertian perkembangan
Ada beberapa pengertian perkembangan menurut beberapa ahli antara lain :
  1. Werner, 1969
Perkembangan adalah suatu proses ke arah yang lebih sempurna dan tidak begitu saja dapat di ulang kembali. Perkembangan menunjuk pada perubahan yang bersifat tetap dan tidak dapat di putar kembali.
  1. Samsu Yusuf
Perkembangan adalah perubahan-perubahan yang di alami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangan yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan, baik yang menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah).
  1. E.B Hurlock (istiwidayanti dan soedjarwo, 1991)
Perkembangan merupakan serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman.

1.2  Konsep-konsep perkembangan
  1. Kematangan / masa peka (maturation)
Kematangan menunjukkan kepada suatu masa tertentu yang merupakan titik kulminasi dari suatu fase pertumbuhan (witherington, 1952). Selain itu, kematangan dijadikan titik tolak kesiapan (rediness) dari sesuatu fungsi (psikofisis) untuk menjalankan fungsinya (Hurlock,1956).
Kematangan merupakan faktor internal (dari dalam) yang dibawa setiap individu sejak lahir, seperti ciri khas, sifat, potensi dan bakat. Pengalaman merupakan intervensi faktor eksternal terutama lingkungan sosial budaya di sekitar individu.    Kedua faktor ini secara simultan mempengaruhi perkembangan seseorang. Seorang anak yang memiliki bakat musik dan didukung oleh pengalaman dalam lingkungan keluarga yang mendukung pengembangan bakatnya seperti menyediakan dan memberi les musik, akan berkembang menjadi seorang pemusik yang handal. Perubahan progresif yang berlangsung terus menerus sepanjang hayat memungkinkan manusia menyesuaikan diri dengan lingkungan di mana manusia hidup. Sikap manusia terhadap perubahan berbeda-beda tergantung beberapa faktor, diantaranya pengalaman pribadi, nilai-nilai budaya, perubahan peran, serta penampilan dan perilaku seseorang.




2



  1. Latihan (exercises)
Dalam situasi belajar, latihan merupakan praktek atau pengulangan suatu
perbuatan atau satu keterampilan verbal untuk dapat di kuasai (J.P. Chaplin,2001). Selain itu, latihan juga dapat dikatakan sebagai kegiatan jasmaniah bagi latihan otot-otot (J.P.Chaplin,2001).
  1. Belajar (learning)
Secara sederhana, belajar dapat dikatakan sebagai suatu proses dari tidak tahu menjadi tahu atau dari tidak bisa menjadi bisa. Slameto (1995) merumuskan belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya. Winkel (1989) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses kegiatan mental pada diri seseorang yang berlangsung dalam interaksi aktif individu dengan lingkungannya, sehingga menghasil-kan perubahan yang relatif menetap/bertahan dalam kemampuan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Jadi, belajar pada hakikatnya merupakan salah satu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan perilaku yang relatif dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik, yang diperoleh melalui interaksi individu dengan lingkungannya.
Perubahan perilaku sebagai hasil belajar terjadi secara sadar, bersifat terus-menerus, relatif menetap, dan mempunyai tujuan terarah pada kemajuan yang progresif. Belajar pada abad 21, seperti yang dikemukakan Delors (Unesco, 1996), didasar-kan pada konsep belajar sepanjang hayat (life long learning) dan belajar bagaimana belajar (learning how to learn).
Konsep ini bertumpu pada empat pilar pembelajaran yaitu:
      1. Learning to know (belajar mengetahui)
    Dengan memadukan pengetahuan umum yang cukup luas dengan kesempatan       untuk   bekerja melalui kemampuan belajar bagaimana caranya belajar sehingga diperoleh keuntungan dari peluang-peluang pendidikan sepanjang hayat yang tersedia.
      2. Learning to do (belajar berbuat)
    Bukan hanya untuk memperoleh suatu keterampilan kerja tetapi juga untuk mendapatkan kompetensi berkenaan dengan bekerja dalam kelompok dan berbagai kondisi sosial yang informal
      3. Learning to be (belajar menjadi dirinya)
    Dengan lebih menyadari kekuatan dan keterbatasan dirinya, dan terus menerus mengembangkan kepribadiannya menjadi lebih baik dan mampu bertindak mandiri, dan membuat pertimbangan berdasarkan tanggung jawab pribadi.





3



      4. Learning to live together (belajar hidup bersama)
    Dengan cara mengembangkan pengertian dan kemampuan untuk dapat hidup bersama dan bekerjasama dengan orang lain dalam masyarakat global yang semakin pluralistik atau majemuk secara damai.
  1. Peserta didik
Peserta didik dalam arti luas adalah setiap orang yang terkait dengan proses pendidikan sepanjang hayat, sedangkan dalam arti sempit adalah setiap siswa yang belajar di sekolah (Sinolungan, 1997). Departemen Pendidikan Nasional (2003) menegaskan bahwa, peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
Menurut Semiawan (1999), konsep peserta didik sebagai suatu totalitas sekurangnya mengandung tiga pengertian :
Pertama, peserta didik adalah mahluk hidup (organisme) yang merupakan suatu kesatuan dari keseluruhan aspek yang terdapat dalam dirinya. Aspek fisik dan psikis tersebut terdapat dalam diri peserta didik sebagai individu yang berarti tidak dapat dipisahkan antara suatu bagian dengan bagian lainnya.
Kedua, keseluruhan aspek fisik dan psikis tersebut memiliki hubungan yang saling terjalin satu sama lain, jika salah satu aspek mengalami gangguan misalnya sakit gigi (aspek fisik), maka emosinya juga terganggu (rewel, cepat marah, dll).
Ketiga, peserta didik usia SD/MI berbeda dari orang dewasa bukan sekedar secara fisik, tetapi juga secara keseluruhan. Anak bukanlah miniatur orang dewasa, tetapi anak adalah manusia yang dalam keseluruhan aspek dirinya berbeda dengan manusia dewasa.
 Sinolungan (1997) mengemukakan bahwa manusia termasuk mahluk totalitas
" homo trieka ". Ini berarti manusia termasuk peserta didik yg merupakan :
1. Makhluk religius, yang menerima dan mengakui kekuasaan Tuhan atas dirinya dan  alam lingkungan sekitarnya.
2. makhluk sosial, yang membutuhkan orang lain dalam berinteraksi dan saling mempengaruhi agar berkembang sebagai manusia.
3. Makhluk individual, yang memiliki keunikan (ciri khas, kelebihan, kekurangan, sifat dan kepribadian, dll), yang membedakannya dari individu lain. Jadi, dalam mempelajari dan memperlakukan peserta didik, termasuk peserta didik usia SD/MI hendaknya dilakukan secara utuh, tidak terpisah-pisah. Kita harus melihat mereka sebagai suatu kesatuan yang unik, yang terkait satu dengan lainnya.








4



      e.   Perkembangan (developement)
            Perkembangan terdiri atas serangkaian perubahan yang bersifat progresif (maju), baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Perubahan kualitatif atau pertumbuhan merupakan buah dari perubahan aspek fisik seperti penambahan tinggi, berat dan proporsi badan. Sedangkan perubahan kuantitatif meliputi perubahan aspek psikofisik, seperti peningkatan kemampuan berpikir, berbahasa, perubahan emosi dan sikap. Selain perubahan ke arah penambahan atau peningkatan, ada juga yang mengalami pengurangan seperti gejala lupa dan pikun.

1.3  Aspek-aspek perkembangan pada anak
1.   Perkembangan fisik
   Berkaitan dengan perkembangan gerakan motorik, yakni perkembangan pengendalian gerakan tubuh melalui kegiatan yang terkoordinir antara susunan saraf, otot, dan otak.
 Perkembangan motorik meliputi motorik kasar dan halus :
Motorik kasar adalah gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau sebagian besar atau seluruh anggota tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri. Contohnya kemampuan duduk, menendang, berlari, naik-turun tangga dan sebagainya.
Sedangkan motorik halus adalah gerakan yang menggunakan otot-otot halus atau sebagian anggota tubuh tertentu, yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar dan berlatih. Misalnya, kemampuan memindahkan benda dari tangan, mencoret-coret, menyusun balok, menggunting, menulis dan sebagainya.
2.   Perkembangan emosi
Perkembangan emosi harus dipupuk sejak dini. Misalnya, orang tua harus bisa memberikan kehangatan, sehingga anak akan merasa nyaman. Anak juga akan belajar dari model di lingkungannya. Apa yang ia rasakan akan ia berikan kembali ke lingkungannya. Jika orang tuanya bersikap hangat, ia pun akan bersikap yang sama terhadap lingkungannya. Jika orang tua tak pernah memberikan kehangatan pada anak, anak akan merasa ditolak. Akibatnya, ia bisa depresi yang tentu akan mempengaruhi kemampuannya berinteraksi dengan lingkungan. Akibat lain, anak bisa takut mencoba, malu bertemu dengan orang, dan sebagainya.
3.   Perkembangan kognitif
       Perkembangan kognitif atau proses berpikir anak adalah proses menerima, mengolah sampai memahami info yang diterima. Aspeknya antara lain intelegensi, kemampuan memecahkan masalah, serta kemampuan berpikir logis. Intinya adalah kemampuan anak mengembangkan kemampuan berpikir.






5



Kemampuan ini berkaitan dengan bahasa dan bisa dilatih sejak anak mulai memahami kata. Pada tahap dimana anak mulai memberikan respon dan memahami kata, bisa dimasukkan informasi-informasi sederhana. Misalnya, aturan-aturan yang ada di lingkungan. Bisa juga mengenalkan konsep-konsep dasar, seperti warna, angka, dan sebagainya.
Hambatan dalam bidang kognitif bisa dilihat dari seberapa cepat atau lambat anak menangkap informasi yang diberikan, atau seberapa sulit anak mengungkapkan pikiran. Keterlambatan seperti ini berkaitan dengan kapasitas intelektual yang akan menjadi terbatas pula.
4.   Perkembangan psikososial
      Berkaitan dengan interaksi anak dengan lingkungannya. Misalnya, di usia setahun, anak sudah bisa bermain dengan teman-teman seusianya. Jika anak sudah punya kemampuan itu, orang tua bisa memberikan dukungan. Anak juga sebaiknya juga dikenalkan dengan lingkungan baru. Ajarkan ia cara beradaptasi.
Hambatan perkembangan psikososial akan membuat anak mengalami kecemasan, sulit berinteraksi dengan orang yang baru dikenal, bisa juga jadi pemalu. Atau sebaliknya, jika orang tua overprotektif, anak menjadi sulit berpisah dengan orang tua, sulit mengerjakan segala sesuatuya sendiri karena tidak pernah diberi kesempatan untuk itu.

1.4  Ciri-ciri perkembangan anak
Ciri-ciri perkembangan secara umum antara lain :
  1. Terjadi perubahan dari aspek fisik ( perubahan tinggi dan berat badan serta orgaan-organ tubuh lainnya) dan aspek psikis ( adanya taanda-tanda semakin bertambahnya perbendaharaan kata-kata dan kematangan kemampuan berpikir, mengingat serta imajinasi kreatifnya dari yang fantasi kerealitas, lenyapnya masa mengoceh berkembanganya rasa ingin tahu terutama yang berhubungan dengan seks, ilmu pengetahuan, nilai-nilai moral, dan keyakinan beragama).
  2. Terjadinya perubahan dalam proporsi.
  3. Lenyapnya tanda-tanda lama dan diperolehnya tanda-tanda baru.











6




2. Pengaruh pertumbuhan fisik terhadap intelektual, emosi, dan sosial anak

2.1 Pertumbuhan fisik
            Setiap anak mengalami pertumbuhan fisik yang berbeda satu sama lain, ada yang berlangsung lambat dan ada pula yang berlangsung cepat. Pertumbuhanan fisik pada anak-anak mengikuti pola yang terarah, yaitu :
·        Otot besar berkembang sebelum otot kecil tangan.
·        Pusat tubuh berkembang sebelum daerah luar.
·        Pembangunan berjalan dari atas ke bawah, dari kepala ke jari kaki.
Secara langsung, pertumbuhan fisik akan menentukan keterampilan anak dalam bergerak. Sedangkan secara tidak langsung, akan berpengaruh terhadap keadaan dirinya sendiri dan orang lain akan berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak.
      Ada 4 periode dalam pertumbuhan fisik seseorang, antara lain :
1. Periode pra lahir s.d 6 bulan adalah periode cepat.
2. Akhir tahun pertama pasca lahir adalah periode melambat s.d stabil yaitu antara       usia 8 – 12 tahun.
3. Usia 12 – 18 tahun adalah periode cepat kembali s.d usia dewasa (ledakan pubertas)
4. Tahap tenang adalah periode dewasa s.d lansia walau berat badan kadang berubah-ubah.
     

2.2 Pertumbuhan fisik dalam bidang intelektual anak
            Seiring dengan bertambahnya usia anak, maka pertumbuhan fisik anakpun juga mengalami perkembangan. Hal ini mengakibatkan perkembangan intelektual anak juga ikut berkembang.
            Menurut Piaget, perkembangan intelektual dapat dibagi menjadi beberapa stadium sesuai usia dan keadaan fisik anak, artinya fungsi intelektual pada umur yang berlainan dapat jelas dibedakan satu sama lain. Stadium-stadium tersebut antara lain :
  1. Stadium sensori – motorik (0 – 18 atau 24 bulan)
      Anak yang masih kecil (bayi), menunjukkan tindakan-tindakan yang intelegen. Dalam tindakan-tindakan nampak intelegensinya. Gerakan-gerakan refleks yang pertama membawa ke arah penguasaan pengetahuan mengenai dunia luar.
      Anak sejak lahir, mempunyai sejumlah skema tingkah laku seperti menghisap, meraih (memegang), menggoyang-goyangkan badan, dan memukul sesuatu.
      Piaget berpendapat bahwa dalam perkembangan intelektual selama stadium sensori motorik ini, intelegensi anak baru nampak dalam bentuk aktivitas motorik sebagai reaksi stimulasi sensorik. Dalam stadium ini, yang penting adalah tindakan konkrit dan bukan tindakan imajiner atau dibayangkan saja.



7



  1. Stadium pra-operasional (± 18 bulan – 7 tahun)
      Stadium pra-operasional dimulai dengan penguasaan bahasa yang sistematis, permainan simbolis, imitasi (tidak langsung), serta bayangan dalam mental. Semua proses ini menunjukkan bahwa anak sudah mampu untuk melakukan tingkah laku simbolis. Anak sekarang tidak lagi mereaksi begitu saja terhadap stimulus-stimulus melainkan nampak ada suatu aktivitas internal.
      Anak mampu untuk berbuat pura-pura, artinya dapat menirukan tingkah laku yang dilihatnya (imitasi) dan apa yang dilihatnya sehari sebelumnya ( imitasi tertunda).
       Berpikir pra-operasional masih sangat egosentris. Anak belum mampu secara perseptual, emosional-motivational, dan konseptual untuk mengambil perspektif orang lain.
      Berpikir pra-operasional sangat memusat (centralized). Bila anak dikonfrontasikan dengan situasi yang multi-dimensional, maka anak akan memusatkan perhatiannya hanya pada satu dimensi saja dan mengabaikan dimensi-dimensi yang lain dan akhirnya juga mengabaikan hubungan antar dimensi-dimensi ini.
      Berpikir pra-operasional adalah tidak dapat di balik (ir-reversable). Anak belum mampu untuk meniadakan suatu tindakan dengan memikirkan tindakan tersebut dengan arah yang sebaliknya.
  1. Stadium operasional konkrit ( 7 – 11 tahun )
      Stadium operasional konkrit dapat digambarkan sebagai menjadinya positif ciri-ciri yang negatif pada stadium perpikir pra-operasional. Cara berpikir anak yang operasional konkrit kurang egosentris. Ditandai oleh desentrasi yang besar, artinya anak sekarang misalnya sudah mampu untuk memperhatikan lebih dari satu dimensi sekaligus dan juga untuk menghubungkan dimensi-dimensi ini satu sama lain.
      Namun ada juga kekurangannya dalam cara berpikir yang operasional konkrit. Anak mampu untuk melakukan aktivitas logis tertentu (operasi), tetapi hanya dalam situasi yang konkrit. Dengan kata lain, bila anak dihadapkan dengan suatu masalah (misalnya masalah klasifikasi) secara verbal, yaitu tanpa adanya bahan yang konkrit, maka ia belum mampu untuk menyelesaikan masalah ini dengan baik.
  1. Stadium operasional formal (mulai 11 tahun)
      Berpikir operasional formal mempunyai dua sifat yang penting, yaitu :
1.   Sifat deduktif-hipotesis
            Anak akan memikirkan masalah yang dihadapi secara teoritis. Anak menganalisis masalahnya dengan penyelesaian berbagai hipotesis yang mungkin ada. Atas dasar analisisnya ini, anak lalu membuat suatu strategi penyelesaiannya. Analisis teoritis ini dapat dilakukan secara verbal.


8



2.   Berpikir operasional formal juga berpikir kombinatoris
            Anak yang berpikir operasional konkrit mencoba untuk mencari kemungkinan-kemungkinan kombinasi dari permesalahan secara tidak sistematis, secara trial dan error sampai secara kebetulan ia menemukan kombinasi tersebut. Tetapi sesudahnya ia tidak mampu untuk memproduksinya lagi.

2.3 Pertumbuhan fisik dalam bidang emosi anak
            Drever (1986) mengartikan emosi sebagai suatu keadaan yang kompleks dari organisme yang menyangkut perubahan jasmani yang luas sifatnya (dalam pernafasan, denyut, sekresi kelenjar, dan sebagainya) dan pada sisi kejiwaan, suatu keadaan terangsang yang ditandai oleh perasaan yang kuat dan biasanya merupakan suatu dorongan ke arah suatu bentuk tingkah laku tertentu.
            Sejumlah studi tentang emosi anak telah menyingkapkan bahwa perkembangan emosi mereka bergantung sekaligus pada faktor pematangan (maturation) dan faktor belajar, dan tidak semata-mata bergantung pada salah satunya. Reaksi emosional yang tidak muncul pada awal masa kehidupan tidak berarti tidak ada. Reaksi emosional itu mungkin akan muncul di kemudian hari, dengan adanya pematangan dan system endokrin.
Hurlock (1999) menjabarkan peran kedua faktor tersebut sebagai berikut :
  1. Peran pematangan
      Perkembangan kelenjar endokrin penting untuk mematangkan perilaku emosional. Bayi secara relatif kekurangan produksi endokrin yang diperlukan untuk menopang reaksi fisiologis terhadap stress. Kelenjar adrenalin yang memainkan peran utama pada emosi mengecil secara tajam segera setelah bayi lahir. Tidak lama kemudian kelenjar itu mulai membesar lagi, dan membesar dengan pesat sampai anak berusia 5 tahun. Pembesarannya melambat pada usia 5 sampai 11 tahun, dan membesar lebih pesat lagi sampai anak berusia 16 tahun. Pada usia 16 tahun kelenjar tersebut mencapai kembali ukuran semula seperti pada saat anak lahir. Hanya sedikit adrenalin yang diproduksi dan dikeluarkan sampai saat kelenjar itu membesar. Pengaruhnya penting terhadap keadaan emosional pada masa kanak-kanak.
  1. Peran belajar
      Lima jenis kegiatan belajar turut menunjang pola perkembangan emosi pada masa kanak-kanak. Terlepas dari metode yang digunakan, dari segi perkembangan anak harus siap untuk belajar sebelum tiba saatnya masa belajar. Sebagai contoh, bayi yang baru lahir tidak mampu mengekspresikan kemarahan kecuali dengan menangis. Dengan adanya pematangan sistem saraf dan otot, anak-anak mengembangkan potensi untuk berbagai macam reaksi. Pengalaman belajar mereka akan menentukan reaksi potensial mana yang akan mereka gunakan untuk menyatakan kemarahan.

     
9



Terlepas dari adanya perbedaan individu, ciri khas emosi anak membuatnya berbeda dari emosi orang dewasa. Ciri khas tersebut antara lain : 
  1. Emosi yang kuat
Anak kecil bereaksi dengan intesitas yang sama, baik terhadap situasi yang remeh maupun yang serius. Anak pra remaja bahkan bereaksi dengan emosi yang kuat terhadap hal-hal yang tampaknya bagi orang dewasa merupakan soal sepele.
      2.   Emosi seringkali tampak
      Anak-anak seringkali memperlihatkan emosi yang meningkat dan mereka menjumpai bahwa ledakan emosional seringkali mengakibatkan hukman, sehingga mereka belajar untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang membangkitkan emosi. Kemudian mereka akan berusaha mengekang ledakan emosi mereka atau bereaksi dengan cara yang lebih dapat diterima.
      3.   Emosi bersifat sementara
      Peralihan yang cepat pada anak-anak kecil dari tertawa kemudian menangis, atau dari marah ke tersenyum, atau dari cemburu ke rasa sayang merupakan akibat dari 3 faktor, yaitu :
a. Membersihkan sistem emosi yang terpendam dengan ekspresi terus terang.
b. Kekurangsempurnaan pemahaman terhadap situasi karena ketidakmatangan intelektual dan pengalaman yang terbatas.
c. Rentang perhatian yang pendek sehingga perhatian itu mudah dialihkan. Dengan meningkatnya usia anak, maka emosi mereka menjadi lebih menetap.
      4.   Reaksi mencerminkan individualitas
      Semua bayi yang baru lahir mempunyai pola reaksi yang sama. Secara bertahap dengan adanya pengaruh faktor belajar dan lingkungan, perilaku yang menyertai berbagai macam emosi semakin diindividualisasikan. Seorang anak akan berlari keluar dari ruangan jika mereka ketakutan, sedangkan anak lainnya mungkin akan menangis dan anak lainnya lagi mungkin akan bersembunyi di belakang kursi atau di balik punggung seseorang.
      5.   Emosi berubah kekuatannya
      Dengan meningkatnya usia anak, pada usia tertentu emosi yang sangat kuat berkurang kekuatannya, sedangkan emosi lainnya yang tadinya lemah berubah menjadi kuat. Variasi ini sebagian disebabkan oleh perubahan dorongan, sebagian oleh perkembangan intelektual, dan sebagian lagi oleh perubahan minat dan nilai.



10



      6.   Emosi dapat diketahui melalui gejala perilaku
      Anak-anak mungkin tidak memperlihatkan reaksi emosional mereka secara langsung, tetapi mereka memperlihatkannya secara tidak langsung melalui kegelisahan, melamun, menangis, kesukaran berbicara, dan tingkah yang gugup, seperti menggigit kuku dan mengisap jempol.

2.4 Pertumbuhan fisik dalam bidang sosial anak
Syamsu Yusuf (2007)  menyatakan bahwa Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagao proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi ; meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama.
Hubungan sosial (sosialisasi) merupakan hubungan antar manusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial mulai dari tingkat sederhana dan terbatas, yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang amat kompleks.
Dalam perkembangan menuju kematangan sosial, anak mewujudkan dalam bentuk-bentuk interkasi sosial diantarannya :
1.      Pembangkangan (Negativisme)
     Bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak. Tingkah laku ini mulai muncul pada usia 18 bulan dan mencapai puncaknya pada usia tiga tahun dan mulai menurun pada usia empat hingga enam tahun.
     Sikap orang tua terhadap anak seyogyanya tidak memandang  pertanda mereka anak yang nakal, keras kepala, tolol atau sebutan negatif lainnya, sebaiknya orang tua mau memahami sebagai proses perkembangan anak dari sikap dependent menuju kearah independent.
      2.      Agresi (Agression)
     Yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata (verbal). Agresi merupakan salah bentuk reaksi terhadap rasa frustasi ( rasa kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya). Biasanya bentuk ini diwujudkan dengan menyerang seperti ; mencubut, menggigit, menendang dan lain sebagainya.
    

11



     Sebaiknya orang tua berusaha mereduksi, mengurangi agresifitas anak dengan cara mengalihkan perhatian atau keinginan anak. Jika orang tua menghukum anak yang agresif maka egretifitas anak akan semakin memingkat.
     3.       Berselisih (Bertengkar)
     Sikap ini terjadi jika anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap atau perilaku anak lain.
     4.       Menggoda (Teasing)
     Menggoda merupakan bentuk lain dari sikap agresif, menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan atau cemoohan) yang menimbulkan marah pada orang yang digodanya.
     5.       Persaingan (Rivaly)
     Yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong oleh orang lain. Sikap ini mulai terlihat pada usia empat tahun, yaitu persaingan prestice dan pada usia enam tahun semangat bersaing ini akan semakin baik.
     6.       Kerja sama (Cooperation)
     Yaitu sikap mau bekerja sama dengan orang lain. Sikap ini mulai nampak pada usia tiga tahun atau awal empat tahun, pada usia enam hingga tujuh tahun sikap ini semakin berkembang dengan baik.
     7.       Tingkah laku berkuasa (Ascendant behavior)
     Yaitu tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap bossiness. Wujud dari sikap ini adalah ; memaksa, meminta, menyuruh, mengancam dan sebagainya.
     8.       Mementingkan diri sendiri (selffishness)
     Yaitu sikap egosentris dalam memenuhi interest atau keinginannya
     9.       Simpati (Sympaty)
     Yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain mau mendekati atau bekerjasama dengan dirinya. 





12


KESIMPULAN

Kesimpulan :
1.      Perkembangan dapat diartikan sebagai “perubahan yang progesif dan kontinyu dalam   diri individu dari mulai lahir sampai mati ”. Pengertian lain dari perkembangan adalah “perubahan yang dialami individu atau organisme yang menuju tingkat kedewasannya ataau kematangannya yang berlangsung secara sistematis, progesif, dan berkesinambungan baik yang menyangkut fisik maupun psikis.
2.      Konsep-konsep perkembangan meliputi :
a. Kematangan/masa peka (maturation)
b. Latihan (exercises)
c. Belajar (learning)
d  Peserta didik
e. Perkembangan (developement)
3.   Perkembangan intelektual, emosi, dan sosial anak berkembang seiring dengan bertambahnya usia dan perkembangan fisik anak. Perkembangan fisik tersebut dapat mempengarihi pola pikir, kekuatan emosi, dan tingkah laku dalam kehidupan sosial anak.
4.   Kecerdasan intelektual anak berbeda antara satu sama lain sesuai pertumbuhan fisik yang terjadi pada anak tersebut.
5.   Emosi anak juga memiliki tingkatan sendiri sesuai pertumbuhan fisik anak. Anak dengan fisik yang belum berkembang (masih kecil) cenderung memiliki kekuatan emosi yang lebih besar dibandingkan anak yang memiliki pertumbuhan fisik lebih maksimal (usia sekolah). Anak dengan fisik yang tumbuh optimal cenderung mampu menahan emosi yang sedang dirasakan.

13

DAFTAR PUSTAKA

Mรถnks,F.J.Psikologi Perkembangan : Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya.Yogyakarta : Gadjah Mada University Press,2002.
Drs.H.Wahab,Rochmat,M.Pd.M.A,Drs.M.Solehuddin,M.Pd.MA.Perkembangan dan Belajar Peserta Didik.1998/1999.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar