Senin, 26 September 2011

KORUPSI

BAB II
PEMBAHASAN

A.       Pengertian Korupsi

            Ungkapan korupsi mulai populer sekitar akhir tahun 1997, menjelang kejatuhan Orde Baru. Memasyarakatnya istilah korupsi ini tidak dapat di pisahkan dari kenyataan dimana korupsi memang telah amat menjangkiti rezim Orde Baru.
           
            Secara etimologi, kata korupsi berasal dari bahasa Latin, yaitu corruptus yang merupakan kata sifat dari kata kerja corrumpere yang bermakna menghancurkan (com memiliki arti intensif atau keseungguh-sungguhan, sedangkan rumpere memiliki arti merusak atau menghancurkan. Dengan gabungan kata tersebut, dapat ditarik sebuah arti secara harfiah bahwa korupsi adalah suatu tindakan menghancurkan yang dilakukan secara intensif.

            Di Indonesia, korupsi diartikan sebagi suatu penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan) untuk kepentingan pribadi atau orang lain. Selain itu ada pula pengertian korupsi menurut beberapa ahli diantaranya :
1.    Huntington (1968) : korupsi adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi.
2.    Nye, J.S. (1967) dalam “Corruption and political development” : korupsi adalah perilaku yang menyimpang dari aturan etis formal yang menyangkut tindakan seseorang dalam posisi otoritas publik yang disebabkan oleh motif pertimbangan pribadi, seperti kekayaan, kekuasaan dan status.
3.    Eep Saefulloh Fatah (1998) : korupsi adalah penyelewengan uang negara untuk kepentingan pribadi ataupun keluarga yang melampaui batas-batas yang dibuat oleh hukum.
4.    Waterbury (1994) : korupsi merupakan tingkah laku pejabat pemerintah yang melanggar batas-batas hukum untuk mengurus kepentingan sendiri dan merugikan orang lain.
5.    Kartono (1983) : korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara.
6.    Mochtar Mas’oed (1994) : korupsi adalah transaksi dimana satu pihak memberikan sesuatu yang berharga untuk memperoleh imbalan berupa pengaruh atas keputusan-keputusan pemerintah.

B.       Jenis-jenis Korupsi

            Amin Rais (1993), dalam sebuah makalah berjudul “Suksesi sebagai suatu Keharusan”, membagi jenis korupsi menjadi empat tipe, yaitu :
1.      Korupsi ekstortif (extortive corruption), yaitu korupsi yang merujuk pada situasi di mana seseorang terpaksa menyogok agar dapat memperoleh sesuatu atau mendapatkan proteksi atas hak dan kebutuhannya. Misalnya, seorang pengusaha dengan sengaja memberikan sogokan pada pejabat tertentu agar bisa mendapat ijin usaha, perlindungan terhadap usaha sang penyogok, yang bisa bergerak dari ribuan sampai miliaran rupiah.
2.      Korupsi manipulatif (manipulative corruption), yaitu korupsi yang merujuk pada usaha kotor seseorang untuk mempengaruhi pembuatan kebijakan atau keputusan pemerintah dalam rangka memperoleh keuntungan setinggi-tingginya. Misalnya pemberian uang kepada bupati, gubernur, menteri dan sebagainya agar peraturan yang dibuat dapat menguntungkan pihak tertentu yang memberikan uang tersebut Peraturan ini umumnya dapat merugikan masyarakat banyak.
3.      Korupsi nepotistik (nepotistic corruption), yaitu perlakuan istimewa yang diberikan pada keluarga : anak-anak, keponakan atau saudara dekat para pejabat dalam setiap eselon. Dengan perlakuan istimewa itu para anak, menantu, keponakan dan istri sang pejabat juga mendapatkan keuntungan.
4.      Korupsi subversif (subversive cossuption), yaitu berupa pencurian terhadap kekayaan negara yang dilakukan oleh para pejabat negara dengan menyalahgunakan wewenang dan kekuasaannya.

C.       Sebab-sebab Terjadinya Korupsi

            Korupsi dapat terjadi melalui 3 aspek, antara lain :

1.    Aspek Individu Pelaku

a.              Sifat tamak manusia
         
          Kemungkinan orang melakukan korupsi bukan karena orang orangnya miskin atau penghasilan tak cukup. Kemungkinan orang tersebut sudah cukup kaya, tetapi masih punya hasrat besar untuk memperkaya diri. Unsur penyebab korupsi pada pelaku semacam itu datang dari dalam diri sendiri, yaitu sifat tamak dan rakus.

b.             Moral yang kurang kuat  
             
         Seseorang yang moralnya tidak  kuat cenderung mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahannya, atau pihak yang lain yang memberi kesempatan untuk itu.

c.       Penghasilan yang kurang mencukupi
        
         Penghasilan seorang pegawai dari suatu pekerjaan selayaknya memenuhi kebutuhan hidup yang wajar. Bila hal itu tidak terjadi maka seseorang akan berusaha memenuhinya dengan berbagai cara. Tetapi bila segala upaya dilakukan ternyata sulit didapatkan, keadaan semacam ini yang akan memberi peluang besar untuk melakukan tindak korupsi, baik itu korupsi waktu, tenaga, pikiran dalam arti semua curahan peluang itu untuk keperluan di luar pekerjaan yang seharusnya.

d.      Kebutuhan hidup yang mendesak
        
         Dalam rentang kehidupan ada kemungkinan seseorang mengalami situasi terdesak dalam hal ekonomi. Keterdesakan itu membuka ruang bagi seseorang untuk mengambil jalan pintas diantaranya dengan melakukan korupsi.

e.       Gaya hidup yang konsumtif
        
         Kehidupan di kota-kota besar acapkali mendorong gaya hidup seseong konsumtif. Perilaku konsumtif semacam ini bila tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai akan membuka peluang seseorang untuk melakukan berbagai tindakan untuk memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu adalah dengan korupsi.

f.       Malas atau tidak mau bekerja
        
         Sebagian orang ingin mendapatkan hasil dari sebuah pekerjaan tanpa keluar keringat alias malas bekerja. Sifat semacam ini akan potensial melakukan tindakan apapun dengan cara-cara mudah dan cepat, diantaranya melakukan korupsi.

g.       Ajaran agama yang kurang diterapkan
         
          Indonesia dikenal sebagai bangsa religius yang tentu akan melarang tindak korupsi dalam bentuk apapun. Kenyataan di lapangan menunjukkan bila korupsi masih berjalan subur di tengah masyarakat. Situasi paradok ini menandakan bahwa ajaran agama kurang diterapkan dalam kehidupan.

2.                               Aspek Organisasi

a.      Kurang adanya sikap keteladanan pimpinan
Posisi pemimpin dalam suatu lembaga formal maupun informal mempunyai pengaruh penting bagi bawahannya. Bila pemimpin tidak bisa memberi keteladanan yang baik di hadapan bawahannya, misalnya berbuat korupsi, maka kemungkinan besar bawahnya akan mengambil kesempatan yang sama dengan atasannya.
b.      Tidak adanya kultur organisasi yang benar
                     Kultur organisasi biasanya punya pengaruh kuat terhadap anggotanya. Apabila kultur organisasi tidak dikelola dengan baik, akan menimbulkan berbagai situasi tidak kondusif mewarnai kehidupan organisasi. Pada posisi demikian perbuatan negatif, seperti korupsi memiliki peluang untuk terjadi.
c.       Sistim akuntabilitas yang benar di instansi pemerintah yang kurang memadai
         Pada institusi pemerintahan umumnya belum merumuskan dengan jelas visi dan misi yang diembannya dan juga belum merumuskan dengan tujuan dan sasaran yang harus dicapai dalam periode tertentu guna mencapai misi tersebut. Akibatnya, terhadap instansi pemerintah sulit dilakukan penilaian apakah instansi tersebut berhasil mencapai sasaranya atau tidak. Akibat lebih lanjut adalah kurangnya perhatian pada efisiensi penggunaan sumber daya yang dimiliki. Keadaan ini memunculkan situasi organisasi yang kondusif untuk praktik korupsi.
d.      Kelemahan sistim pengendalian manajemen
                     Pengendalian manajemen merupakan salah satu syarat bagi tindak pelanggaran korupsi dalam sebuah organisasi. Semakin longgar/lemah pengendalian manajemen sebuah organisasi akan semakin terbuka perbuatan tindak korupsi anggota atau pegawai di dalamnya.
            e.       Manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasi
Pada umumnya jajaran manajemen selalu menutupi tindak korupsi yang dilakukan oleh segelintir oknum dalam organisasi. Akibat sifat tertutup ini pelanggaran korupsi justru terus berjalan dengan berbagai bentuk.
3.           Aspek Tempat Individu dan Organisasi Berada
a.       Nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi
          Korupsi bisa ditimbulkan oleh budaya masyarakat. Misalnya, masyarakat menghargai seseorang karena kekayaan yang dimilikinya. Sikap ini seringkali membuat masyarakat tidak kritis pada kondisi, misalnya dari mana kekayaan itu didapatkan.
b.       Masyarakat kurang menyadari sebagai korban utama korupsi
          Masyarakat masih kurang menyadari bila yang paling dirugikan dalam korupsi itu masyarakat. Anggapan masyarakat umum yang rugi oleh korupsi itu adalah negara. Padahal bila negara rugi, yang rugi adalah masyarakat juga karena proses anggaran pembangunan bisa berkurang karena dikorupsi.
c.                Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi
   Setiap korupsi pasti melibatkan anggota masyarakat. Hal ini kurang disadari oleh masyarakat sendiri. Bahkan seringkali masyarakat sudah terbiasa terlibat pada kegiatan korupsi sehari-hari dengan cara-cara terbuka namun tidak disadari.

d.                Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah dan diberantas    bila masyarakat ikut aktif

   Pada umumnya masyarakat berpandangan masalah korupsi itu tanggung jawab pemerintah. Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi itu bisa diberantas hanya bila masyarakat ikut melakukannya.

e.                Aspek peraturan perundang-undangan

   Korupsi mudah timbul karena adanya kelemahan di dalam peraturan perundang-undangan yang dapat mencakup adanya peraturan yang monopolistik yang hanya menguntungkan kroni penguasa, kualitas peraturan yang kurang memadai, peraturan yang kurang disosialisasikan, sangsi yang terlalu ringan, penerapan sangsi yang tidak konsisten dan pandang bulu, serta lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan perundang-undangan.

D.      Sebab-sebab Lain

1.             Faktor manusia

Menurut pandangan ini, sebab utama terjadinya korupsi adalah karena faktor-faktor personal aparat, seperti : mentalitas aparat yang buruk, kemampuan kerja aparat yang kurang memadai, pendapatan aparat yang rendah, kemiskinan keluarga, dan faktor-faktor personal lainnya.




2.             Faktor lingkungan

Menurut pandangan ini, sebab utama terjadinya korupsi adalah faktor lingkungan yang kurang kondusif. Lingkungan tersebut meliputi lingkungan politik, budaya, dan manajemen birokrasi, seperti berikut ini:
a.            Iklim politik yang dibangun dan dipertahankan berlandaskan jaringan dan loyalitas politik dengan imbalan material atau finansial atau kekuasaan (iklim politik patrimonial).
b.            Budaya dimana pengusaha cenderung menuntut upeti dari rakyat dengan sukarela memberikannya sebagai perwujudan kesetiaan kepada pengusaha (budaya feodal).
c.            Manajemen kekuasaan yang memberi keleluasaan berlangsungnya praktik korupsi. Lebih dari itu, manajemen kekuasaan (birokrasi) tersebut tidak melakukan upaya-upaya yang jelas dan tegas untuk mencegah serta memberantas praktik korupsi tersebut (sistem kekuasaan kleptokasi).

3.             Menurut Erry R. Hardjapamekas, kasus korupsi di negeri ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya :
a.            Kurang keteladanan dan kepeminpinan elite bangsa.
b.            Rendahnya gaji Pegawai Negeri Sipil.
c.            Lemahnya komitmen dan konsistensi penegakan hukum dan peraturan perundangan.
d.            Rendahnya integritas dan profesionalisme.
e.            Mekanisme pengawasan internal di semua lembaga perbankan,keuangan, dan birokrasi belum mapan.
f.  Kondisi lingkungsn kerja, tugas jabatan, dan lingkungan masyarakat.
g.            Lemahnya keimanan, kejujuran, rasa malu, moral, dan etika.

4.             Sebab timbulnya korupsi  berdasarkan tinjauan sosiologi

Timbulnya korupsi menurut Syed Hussein Alatas dalam bukunya Sosiologi Korupsi (LP3 ES, 1986) disebabkan oleh faktor-faktor berikut :
   1.       Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mampu   memberikan ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan korupsi. Sebagai mana dalam peribahasa Cina dan Jepang, “ Dengan berhembusnya angin, melengkunglah buluh “.
2.       Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika.
3.       Kolonialisme. Suatu pemerintahan asing tidaklah menggugah kesetiaan dan kepatuhan yang diperlukan untuk membendung  korupsi.
4.       Kurangnya pendidikan.
5.       Kemiskinan.
6.       Tiadanya hukuman yang keras.
7.       Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi
8.       Struktur Pemerintahan
9.       Perubahan radikal. Tatkala suatu sistem mengalami perubahan radikal korupsi muncul sebagai suatu penyakit tradisional.

5.      Sebab timbulnya korupsi berdasarkan teori GONE

Ada pula yang menjelaskan bahwa korupsi disebabkan adanya 4 unsur yang dikenal dengan GONE,  yaitu :
1)      G – Greed  (keserakahan, ketamaan, kerakusan).
2)      O – Oppurtunity  (kesempatan).
3)      N – Need (kebutuhan).
4)      E – Exposure (pengungkapan, artinya kalau terungkap hukumannya ringan atau sama artinya dengan kelemahan hukum).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar